Yang jelas, ada syaratnya. Yakni, tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya. Terkecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sesuai aturan yang berlaku. ”Dan kedua, menjalani cuti di luar tanggungan negara,” ungkapnya.
Baca Juga: Timses Saling Klaim Kemenangan Debat, KPU Evaluasi Teknis Debat
Ari membandingkan, presiden sebelum Jokowi juga melakukan praktik yang sama. Misalnya, Presiden Ke-5 Megawati Soekarnoputri dan Presiden Ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono.
”Mereka memiliki preferensi politik yang jelas dengan partai politik yang didukungnya dan ikut berkampanye untuk memenangkan partai yang didukungnya,” ujarnya.
Sementara itu, para pegiat hukum tata negara dan hukum administrasi negara yang bergabung dalam CALS (Constitutional and Administrative Law Society) merespons keras pernyataan Jokowi.
Baca Juga: Sudjatmiko Totalitas Menangkan AMIN di Depok, Begini Taktiknya!
Pakar hukum Bivitri Susanti menyentil inkonsistensi presiden. Sebelumnya, Jokowi menyatakan akan netral dan meminta seluruh jajarannya mengikutinya.
Bivitri menduga, perubahan sikap itu membuktikan betapa pentingnya larangan politik dinasti dan nepotisme dalam pemilu. ”Tak mudah bagi Jokowi untuk netral ketika anaknya berlaga dalam pemilihan presiden,” ujarnya.
Padahal, harus disadari bahwa seluruh pejabat negara melanggar prinsip keadilan dalam pemilu bila aktif berkampanye. Sebab, pejabat terlebih presiden akan bisa memengaruhi keadilan pemilu.
Baca Juga: Panas, Cawapres 1,2,3 Saling Sindir saat Debat, Ini Isinya
Baik dari aspek kebijakan, anggaran, dan dukungan administrasi hingga memengaruhi netralitas birokrasi. ”Keberpihakan presiden dan pejabat negara lainnya bisa mengarah pada pelanggaran dengan dimensi terstruktur, sistematis, dan masif,” imbuhnya.
Bivitri menilai, perlu dibedakan antara berpolitik dan berkampanye. Presiden berhak berpolitik, tetapi tidak diperbolehkan untuk berkampanye.
Meski UU Pemilu memberi ruang, UU harus diletakkan dalam konteks asas-asas pemilu dalam UUD 1945, yaitu luber jurdil, dengan penekanan pada aspek keadilan.
Baca Juga: Hampir 50 Persen Calon Jemaah Haji Penuhi Syarat Istitha'ah, Berikut Jadwal Pelaksanaan Haji 2024
Pernyataan Jokowi yang memberi landasan hukum bagi sesuatu yang sebenarnya tidak etis dan melanggar asas keadilan dinilainya sebagai tindakan inkonstitusional karena melanggar asas pemilu yang diatur dalam Pasal 22E UUD 1945. Karena itu, CALS meminta Jokowi mencabut pernyataan tersebut.***
Artikel Terkait
Anies Baswedan jadi Presiden, Kota Depok dapat Untung Besar : Simak Penjelasan Imam Budi Hartono
Ketua PAC Gerindra Tapos Depok Rienova Sebut Gibran Paling Serius saat Debat Cawapres
Ahmad Muzani Bertekad Kalahkan PKS di Depok
Nuroji Optimis Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka Menang Satu Putaran : Hasil Survei Selalu Naik
KPPS Pemilu 2024 Punya Tantangan Besar, Ini Alasannya
Wakil Ketua DPC PDI Perjuangan Depok, Army : Mahfud Elegant Gibran Melecehkan Debat
Disinggung Saat Debat Cawapres, Apa itu Greenflation? Simak Disini