Minggu, 21 Desember 2025

Ramai-ramai Minta Tunda PPN 12 Persen! Berpotensi Tingkatkan Peredaran Barang Ilegal tanpa Pajak

- Rabu, 20 November 2024 | 06:45 WIB
Asosiasi Bisnis Sebut Tarif PPN Indonesia Sudah Tertinggi di Kawasan Asia Tenggara
Asosiasi Bisnis Sebut Tarif PPN Indonesia Sudah Tertinggi di Kawasan Asia Tenggara

RADARDEPOK.COM – Mulai 1 Januari 2025, tarif pajak pertambahan nilai (PPN) akan naik menjadi 12 persen. Menteri Keuangan Sri Mulyani beralasan, penerapan tersebut telah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Namun, banyak pihak yang menuntut pembatalan kebijakan tarif baru tersebut.
Kalangan pelaku usaha tegas menyuarakan kontra kenaikan tarif PPN dari 11 menjadi 12 persen.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani menilai bahwa rencana tersebut kurang bijak, terutama mengenai waktu penerapan kebijakan.

Idealnya, lanjut dia, kenaikan PPN terjadi ketika pertumbuhan ekonomi sedang tinggi sehingga tidak menjadi beban terhadap potensi pertumbuhan ekonomi maupun kesejahteraan masyarakat. ”Jadi, perlu dipertimbangkan soal waktu penerapannya,” ujar Shinta di Jakarta kemarin (19/11).

Baca Juga: Perda Tumpul, Minimarket di Depok Menjamur! Pemilik Warung Menjerit

Pelaku usaha di sektor formal akan terdampak melalui potensi penurunan penjualan. Sebab, pola konsumsi masyarakat terbiasa dengan harga barang dan jasa yang sudah termasuk PPN.

”Pasca kenaikan (PPN), masyarakat akan melihat harga barang dan jasa di sektor formal menjadi lebih mahal. Ini tentu akan mengurangi konsumsi dan daya beli konsumen terhadap barang dan jasa sektor formal,” tegas Shinta.

Serukan Aksi Kurangi Belanja

Kabar kenaikan PPN telah menimbulkan keresahan dan protes dari masyarakat. Sejumlah netizen di media sosial bahkan menyerukan ajakan mengurangi belanja hingga menerapkan frugal living. Hal itu jelas bakal mengurangi konsumsi rumah tangga. Padahal, kontributor utama pertumbuhan ekonomi RI adalah konsumsi rumah tangga.

”Masyarakat mencari barang berharga murah berpotensi membuat peredaran barang ilegal yang tidak dikenai pajak di dalam negeri semakin banyak,” tambah Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira.

Baca Juga: Survei Voxpol: Imam-Ririn Kandidat Kuat Pimpin Depok, Begini Alasan Konkretnya

Usul Naikkan Batas PKP

Sekretaris Jenderal Serikat Usaha Muhammadiyah (Sumu) Ghufron Mustaqim menyebutkan, jika opsi pembatalan tidak diambil, pemerintah dapat mengimbangi kenaikan tarif PPN dengan sejumlah kebijakan afirmatif yang mendukung daya saing UMKM. ”Kami mengusulkan tiga paket kebijakan afirmatif penguatan UMKM yang bisa dijalankan,” ujar Ghufron.

Pertama, menaikkan ambang batas pengusaha kena pajak (PKP) dari pendapatan per tahun Rp 4,8 miliar ke Rp 15 miliar. Hal itu mengacu pada batas atas kriteria usaha kecil berdasar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 2021. Menurut dia, sudah lebih dari 10 tahun Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang Pengusaha Kena Pajak (PKP) belum diperbarui.

Usulan kedua, penambahan nominal batas atas kredit usaha rakyat (KUR) dari yang saat ini Rp 500 juta menjadi Rp 5–10 miliar per orang. Peningkatan itu berguna untuk mendorong usaha mikro dan kecil agar mampu naik kelas menjadi usaha menengah.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Fahmi Akbar

Sumber: Jawa Pos

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Jangan Malas! Ayah di Depok Diminta Ambil Rapor Anak

Jumat, 19 Desember 2025 | 06:30 WIB

Buruh di Depok Ingin UMK Naik 6,5 Persen

Kamis, 18 Desember 2025 | 07:30 WIB

BPN Depok Sematkan Pin Emas Kepada Kejari

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:30 WIB
X