RADARDEPOK.COM – Mulai 1 Januari 2025, tarif pajak pertambahan nilai (PPN) akan naik menjadi 12 persen. Menteri Keuangan Sri Mulyani beralasan, penerapan tersebut telah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Namun, banyak pihak yang menuntut pembatalan kebijakan tarif baru tersebut.
Kalangan pelaku usaha tegas menyuarakan kontra kenaikan tarif PPN dari 11 menjadi 12 persen.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani menilai bahwa rencana tersebut kurang bijak, terutama mengenai waktu penerapan kebijakan.
Idealnya, lanjut dia, kenaikan PPN terjadi ketika pertumbuhan ekonomi sedang tinggi sehingga tidak menjadi beban terhadap potensi pertumbuhan ekonomi maupun kesejahteraan masyarakat. ”Jadi, perlu dipertimbangkan soal waktu penerapannya,” ujar Shinta di Jakarta kemarin (19/11).
Baca Juga: Perda Tumpul, Minimarket di Depok Menjamur! Pemilik Warung Menjerit
Pelaku usaha di sektor formal akan terdampak melalui potensi penurunan penjualan. Sebab, pola konsumsi masyarakat terbiasa dengan harga barang dan jasa yang sudah termasuk PPN.
”Pasca kenaikan (PPN), masyarakat akan melihat harga barang dan jasa di sektor formal menjadi lebih mahal. Ini tentu akan mengurangi konsumsi dan daya beli konsumen terhadap barang dan jasa sektor formal,” tegas Shinta.
Serukan Aksi Kurangi Belanja
Kabar kenaikan PPN telah menimbulkan keresahan dan protes dari masyarakat. Sejumlah netizen di media sosial bahkan menyerukan ajakan mengurangi belanja hingga menerapkan frugal living. Hal itu jelas bakal mengurangi konsumsi rumah tangga. Padahal, kontributor utama pertumbuhan ekonomi RI adalah konsumsi rumah tangga.
”Masyarakat mencari barang berharga murah berpotensi membuat peredaran barang ilegal yang tidak dikenai pajak di dalam negeri semakin banyak,” tambah Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira.
Baca Juga: Survei Voxpol: Imam-Ririn Kandidat Kuat Pimpin Depok, Begini Alasan Konkretnya
Usul Naikkan Batas PKP
Sekretaris Jenderal Serikat Usaha Muhammadiyah (Sumu) Ghufron Mustaqim menyebutkan, jika opsi pembatalan tidak diambil, pemerintah dapat mengimbangi kenaikan tarif PPN dengan sejumlah kebijakan afirmatif yang mendukung daya saing UMKM. ”Kami mengusulkan tiga paket kebijakan afirmatif penguatan UMKM yang bisa dijalankan,” ujar Ghufron.
Pertama, menaikkan ambang batas pengusaha kena pajak (PKP) dari pendapatan per tahun Rp 4,8 miliar ke Rp 15 miliar. Hal itu mengacu pada batas atas kriteria usaha kecil berdasar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 2021. Menurut dia, sudah lebih dari 10 tahun Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang Pengusaha Kena Pajak (PKP) belum diperbarui.
Usulan kedua, penambahan nominal batas atas kredit usaha rakyat (KUR) dari yang saat ini Rp 500 juta menjadi Rp 5–10 miliar per orang. Peningkatan itu berguna untuk mendorong usaha mikro dan kecil agar mampu naik kelas menjadi usaha menengah.
Artikel Terkait
Patut Diacungi Jempol! Aparatur dan Warga Serua Kota Depok Urunan Bantu Korban Tol Cipularang
Beda 12 Persen Survei Voxpol, Imam Budi Hartono-Ririn Farabi Arafiq Unggul 51,7 Persen dari Supian Suri-Chandra Rahmasyah
Fakta, Warga Depok Ingin Lanjutkan! Calon Walikota Imam Budi Hartono Raih 50,3 Persen Ungguli Sebelah
Ngeri! Calon Walikota dan Wakil Walikota Depok Imam-Ririn Unggul di 8 Kecamatan, 3 Kecamatan Selisih Dikit
5 Fakta Hasil Survei Voxpol di Pilkada Depok: Imam-Ririn Paling Layak Memimpin Sampai PKS Dominasi Elektabilitas, Selisih 12 Persen Sulit Dikejar
Yang Jauh Mendekat, Yang Dekat Merapat! Satukan Suara Menangkan Imam-Ririn di Kampanye Akbar 23 November, Rhoma Irama Dukung Nomor 1 di Pilkada Depok
Bikin Geger Kafe Bajawa, Imam-Ririn Ingin Adakan Konser Buat Pemuda Depok Setahun Dua Kali