RADARDEPOK.COM - Pertumbuhan minimarket di Kota Depok semakin tak terkendali. Bagaikan jamur dimusim hujan. Minimarket berkembang subur memadati pinggir jalan raya, hingga masuk ke gang kecil perumahan warga.
Salah satu contohnya adalah dua unit minimarket yang saling berdempetan di Jalan Sentosa Raya, Kelurahan Mekarjaya, Kecamatan Sukmajaya, Kota Depok. Akibat hal ini, pedagang kecil disekitaran minimarket menjerit karena omsetnya yang semakin menurun.
Pedagang minuman di sekitar minimarket Jalan Kemakmuran Raya, Depok 2, Uri menugaku, mendirikan warung sejak 1982. Bahkan sebelum ada ruko-ruko, minimarket dan warung disekitarnya. "Dulu saya sendirian disini. Sebelum ada minimarket, saya dulu," ucap Uri kepada Radar Depok.
Pedagang minuman di sekitar minimarket Jalan Kemakmuran Raya, Depok 2, Uri menugaku, mendirikan warung sejak 1982. Bahkan sebelum ada ruko-ruko, minimarket dan warung disekitarnya. "Dulu saya sendirian disini. Sebelum ada minimarket, saya dulu," ucap Uri kepada Radar Depok.
Dia melanjutkan, keberadaan minimarket yang menjamur membuat dirinya resah. Bukan tanpa alasan, karena keberadaan minimarket yang tidak terkendali, pendapatan harian Uri turun drastis.
"Dulu mah omsetnya perhari itu besar. Bisa sampai Rp2 juta. Tapi sekarang cuma Rp200 ribu," sambung dia.
Untuk mensiasatinya, Uri saat ini juga menyambi jadi tukang parkir disekitar ruko tempatnya mendirikan warung dan minimarket sebelahnya. Bahkan, Uri menuturkan, omset dari hasil memarkir jauh lebih besar daripada omsetnya berjualan.
"Ya disinikan banyak motor dan mobil parkir, ya sudah sekalian saya parkirin. Gantian kadang sama istri. Kalau dihitung malah besaran dari parkir, bisa sampai Rp500 ribu," jelas Uri.
Baca Juga: Patut Diacungi Jempol! Aparatur dan Warga Serua Kota Depok Urunan Bantu Korban Tol Cipularang
Menurut Uri, keberadaan minimarket yang menjamur bagaikan toko kelontong ini merugikan banyak pihak terutama pedagang kecil seperti dirinya. Saat ini, jarang sekali warga yang datang untuk membeli di warung dia.
"Ya sangat merugikan. Biasanya yang beli kesini itu supir angkot, pejalan kaki, atau sesama kita aja yang tukang parkir. Untuk yang benar-benar datang itu jarang," umbar Uri.
Uri berharap, pemerintah bisa bertindak tegas dengan maraknya minimarket. Uri juga meminta, agar pemerintah bisa lebih memikirkan pedagang kecil seperti dirinya yang harus putar otak untuk mencari modal perputaran warungnya.
"Ya kalau bisa dibatasi lah. Kita juga susah disini muterin modal bagaimana. Karena yang beli tidak ada," kata Uri.
Menurut Uri, keberadaan minimarket yang menjamur bagaikan toko kelontong ini merugikan banyak pihak terutama pedagang kecil seperti dirinya. Saat ini, jarang sekali warga yang datang untuk membeli di warung dia.
"Ya sangat merugikan. Biasanya yang beli kesini itu supir angkot, pejalan kaki, atau sesama kita aja yang tukang parkir. Untuk yang benar-benar datang itu jarang," umbar Uri.
Uri berharap, pemerintah bisa bertindak tegas dengan maraknya minimarket. Uri juga meminta, agar pemerintah bisa lebih memikirkan pedagang kecil seperti dirinya yang harus putar otak untuk mencari modal perputaran warungnya.
"Ya kalau bisa dibatasi lah. Kita juga susah disini muterin modal bagaimana. Karena yang beli tidak ada," kata Uri.
Baca Juga: Netralitas ASN Depok Ugal-ugalan! Camat dan Lurah Kena Tegur Sekda
Sejalan dengan Uri, pedagang warung kecil di sekitar minimarket Jalan Sentosa Raya, Depok 2, Asep juga mengatakan hal yang serupa. Penghasilannya dari berjualan sembako menurun drastis karena banyaknya minimarket.
"Iya, jadi turun jauh pendapatan sekarang. Biasanya bisa sampai Rp2 juta sampai Rp3 juta, sekarang paling Rp1 juta," ucap Asep.
Asep melanjutkan, ditambah saat ini minimarket memiliki layanan pesan antar dan diskon besar-besaran, membuat para pelanggannya pindah hati kepada minimarket. "Sekarangkan ada deliverynya, jadi sepertinya itu mempengaruhi juga," sambung Asep.
Asep yang hanya bertumpu dalam memenuhi kebutuhan keluarga dari warung miliknya, merasa resah karena keberadaan minimarket yang terus bertambah. "Pendapatan saya hanya dari sini, kalau seperti ini terus kasian dong pedangan kecil," kata Asep.
Sejalan dengan Uri, pedagang warung kecil di sekitar minimarket Jalan Sentosa Raya, Depok 2, Asep juga mengatakan hal yang serupa. Penghasilannya dari berjualan sembako menurun drastis karena banyaknya minimarket.
"Iya, jadi turun jauh pendapatan sekarang. Biasanya bisa sampai Rp2 juta sampai Rp3 juta, sekarang paling Rp1 juta," ucap Asep.
Asep melanjutkan, ditambah saat ini minimarket memiliki layanan pesan antar dan diskon besar-besaran, membuat para pelanggannya pindah hati kepada minimarket. "Sekarangkan ada deliverynya, jadi sepertinya itu mempengaruhi juga," sambung Asep.
Asep yang hanya bertumpu dalam memenuhi kebutuhan keluarga dari warung miliknya, merasa resah karena keberadaan minimarket yang terus bertambah. "Pendapatan saya hanya dari sini, kalau seperti ini terus kasian dong pedangan kecil," kata Asep.
Baca Juga: Enam Warga Depok Lolos dari Maut Tol Cipularang KM 92, Begini Kronologi dan Kondisi Korban Saat Ini!
Asep juga mempertanyakan peran pemerintah dalam hal ini. Dia menuturkan, bagaimana UMKM akan maju dan mandiri kalau tidak ada perhatian dari pemerintah seperti yang dialaminya. "Saya berharap pemerintah Kota Depok lebih perhatian lagi kepada kami," beber Asep.
Ketua Komisi B DPRD Kota Depok, Hamzah, mengingatkan Pemkot Depok untuk lebih konsisten dan berkomitmen dalam mengatur pendirian minimarket dan mendukung kemajuan UMKM.
"Apabila pemerintah sendiri tidak memiliki komitmen untuk memajukan UMKM maka Kota Depok akan di jamuri oleh minimarket," tutur Hamzah.
Saat ini, meskipun sudah ada Perda yang mengatur zonasi pendirian pasar tradisional, pusat perbelanjaan, dan toko modern, kenyataannya jumlah minimarket di Kota Depok telah melampaui batas ideal yang ditetapkan.
Asep juga mempertanyakan peran pemerintah dalam hal ini. Dia menuturkan, bagaimana UMKM akan maju dan mandiri kalau tidak ada perhatian dari pemerintah seperti yang dialaminya. "Saya berharap pemerintah Kota Depok lebih perhatian lagi kepada kami," beber Asep.
Ketua Komisi B DPRD Kota Depok, Hamzah, mengingatkan Pemkot Depok untuk lebih konsisten dan berkomitmen dalam mengatur pendirian minimarket dan mendukung kemajuan UMKM.
"Apabila pemerintah sendiri tidak memiliki komitmen untuk memajukan UMKM maka Kota Depok akan di jamuri oleh minimarket," tutur Hamzah.
Saat ini, meskipun sudah ada Perda yang mengatur zonasi pendirian pasar tradisional, pusat perbelanjaan, dan toko modern, kenyataannya jumlah minimarket di Kota Depok telah melampaui batas ideal yang ditetapkan.
Baca Juga: 97 Ribu TNI-Polri Main Judi Online, Bareskrim Amankan Rp13,8 Miliar Duit Judol
"Sudah ada dalam Peraturan Walikota Depok nomor 35 tahun 2012 tentang pendirian zonasi pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern," ucap Hamzah.
Idealnya, Lanjut Hamzah, untuk setiap 5.000 orang penduduk, hanya satu minimarket yang diperbolehkan berdiri. Mengingat jumlah penduduk Kota Depok yang kini mencapai sekitar 2,2 juta jiwa, maka seharusnya jumlah minimarket di kota ini hanya berkisar 440 unit.
"Tetapi sekarang jumlah minimarket sudah hampir 600 lebih, padahal Kota Depok memiliki Perda," kata Hamzah.
Dia juga mengungkapkan, banyak di antara minimarket tersebut yang beroperasi tanpa izin resmi dan tanpa memiliki Sertifikat Laik Fungsi (SLF), meskipun hal ini diwajibkan oleh Undang-Undang dan Perda Kota Depok.
"Sudah ada dalam Peraturan Walikota Depok nomor 35 tahun 2012 tentang pendirian zonasi pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern," ucap Hamzah.
Idealnya, Lanjut Hamzah, untuk setiap 5.000 orang penduduk, hanya satu minimarket yang diperbolehkan berdiri. Mengingat jumlah penduduk Kota Depok yang kini mencapai sekitar 2,2 juta jiwa, maka seharusnya jumlah minimarket di kota ini hanya berkisar 440 unit.
"Tetapi sekarang jumlah minimarket sudah hampir 600 lebih, padahal Kota Depok memiliki Perda," kata Hamzah.
Dia juga mengungkapkan, banyak di antara minimarket tersebut yang beroperasi tanpa izin resmi dan tanpa memiliki Sertifikat Laik Fungsi (SLF), meskipun hal ini diwajibkan oleh Undang-Undang dan Perda Kota Depok.
Padahal, SLF merupakan dokumen penting yang menunjukkan bahwa bangunan tersebut memenuhi standar keamanan dan kelayakan untuk digunakan sebagai tempat usaha. "Kenapa pemerintah membiarkan minimarket yang tidak berizin tersebut, ada apa dengan pemerintah," tanya Hamzah.
Hamzah menegaskan, meskipun telah diterapkan sistem Online Single Submission (OSS) untuk mempermudah perizinan usaha, penting untuk diingat bahwa keberadaan Perda ataupun Perwal tetap memiliki peran yang sangat krusial dalam pengaturan tata kelola di tingkat daerah.
"Walau sudah ada OSS, kan kita punya perda yang mengedalikan, suatu perda itu bisa batal atas keputusan Mahkamah Agung," kata Hamzah.
Hal ini berdasarkan Pasal 251 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang (UU) Pemerintahan Daerah yang memberi kewenangan kepada gubernur dan menteri membatalkan Perda kabupaten/kota jika dianggap bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Hamzah menegaskan, meskipun telah diterapkan sistem Online Single Submission (OSS) untuk mempermudah perizinan usaha, penting untuk diingat bahwa keberadaan Perda ataupun Perwal tetap memiliki peran yang sangat krusial dalam pengaturan tata kelola di tingkat daerah.
"Walau sudah ada OSS, kan kita punya perda yang mengedalikan, suatu perda itu bisa batal atas keputusan Mahkamah Agung," kata Hamzah.
Hal ini berdasarkan Pasal 251 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang (UU) Pemerintahan Daerah yang memberi kewenangan kepada gubernur dan menteri membatalkan Perda kabupaten/kota jika dianggap bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Baca Juga: UPDATE Tabrakan Beruntun di Tol Purbaleunyi: Satu Orang Dilaporkan Meninggal Dunia
"Juga menyimpangi logika bangunan hukum yang telah menempatkan Mahkamah Agung sebagai lembaga yang berwenang menguji peraturan," ungkap Hamzah.
Dia mengatakan, Pemkot Depok harus mengambil langkah tegas terhadap minimarket yang beroperasi tanpa izin resmi dan tanpa SLF. "Pemerintah jangan diam saja dengan minimarket tidak ada izin dan tidak ber-SLF," tegas Hamzah.
Sementara itu, Kepala Bidang Perdagangan pada Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagin) Kota Depok, Sony Hendro mengakui, saat ini supermarket maupun minimarket telah menjamur di Kota Depok.
"Juga menyimpangi logika bangunan hukum yang telah menempatkan Mahkamah Agung sebagai lembaga yang berwenang menguji peraturan," ungkap Hamzah.
Dia mengatakan, Pemkot Depok harus mengambil langkah tegas terhadap minimarket yang beroperasi tanpa izin resmi dan tanpa SLF. "Pemerintah jangan diam saja dengan minimarket tidak ada izin dan tidak ber-SLF," tegas Hamzah.
Sementara itu, Kepala Bidang Perdagangan pada Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagin) Kota Depok, Sony Hendro mengakui, saat ini supermarket maupun minimarket telah menjamur di Kota Depok.
“Berdasarkan data 2023, supermarket di Kota Depok mencapai 38 dan minimarket terdapat sebanyak 480 yang tersebar di 11 kecamatan,” ujar dia kepada Harian Radar Depok, Senin (18/11).
Sony Hendro menjelaskan, sejak 2022 minimarket di Kota Depok tumbuh subur di Kota Depok setelah adanya Undang Undang Omnibus law Cipta kerja, untuk menciptakan penyederhanaan perizinan dalam segala bidang.
“Undang-undang tersebut tercipta untuk banyak penyederhanaan perizinan, salah satunya terkait pendirian usaha yang memberikan kemudahan bagi para pengusaha, dengan hanya menggunakan satu layanan milik pemerintah pusat,” ujar dia.
Sony Hendro mengatakan, para pengusaha dengan mudahnya untuk menerbitkan nomor induk berusaha (NIB) yang digunakan sebagai syarat wajib dalam mendirikan supermarket maupun minimarket.
“Saat ini semua ijin usaha baik itu minimarket dan lainya semua sudah berada berada di pusat satu pintu, yaitu dengan melalui Sistem Online Single Submission (OSS), merupakan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja,” kata dia.
Tentunya, kata Sony Hendro, hal ini berbeda sebelum adanya undang-undang tersebut, yakni Disdagin Kota Depok mempunyai kewenangan dalam memeberikan rekomendasi dalam menerbitkan NIB dan pengaturan jarak antar minimarket di setiap wilayah.
“Jadi, jika masyarakat ingin mendirikan minimarket tinggal melengkapi berkas di sistem, bisa langsung keluar NIBnya, dan saat ini juga tak perlu ada rekomendasi dari Disdagin, seperti dahulu,” ungkap dia.
Padahal, kata Sony Hendro, Kota Depok mempunyai Peraturan Daerah (Perda) nomor 3 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Perizinan dan Pendaftaran Usaha Bidang Perindustrian dan Perdagangan termasuk soal pengawasan jam operasional.
“Saat ini Pemkot Depok, terutama Disdagin Kota Depok tinggal memiliki kewenangan dalam pengawasan jam operasional saja dan memberikan pembinaan terkait harga dan lain-lain, untuk rekomendasi izin sudah tidak ada,” ungkap dia.
Dalam pengawasan jam operasional, ujar Sony Hendro, pihaknya juga tidak bisa menindak bagi para minimarket dan supermarket yang nekat buka hingga jam yang sudah ditentukan, yakni pukul 22:00 WIB.
“Jadi, jika ada kedapatan minimarket yang buka 24 jam, perama kami berikan teguran, hingga tiga kali, jika masih melanggar, kami akan rekomendasikan kepada pusat untuk dilakukan penindakan,” kata dia.
Berdasarkan hasil pengawasan yang dilakukan oleh Disdagin Kota Depok, sudah tidak ada supermarket maupun minimarket yang buka 24 jam di Kota Depok, jikapun ada sudah kami berikan teguran.
“Salah satunya yang sudah kami berikan teguran adalah, minimarket yang berada di jalan Tole Iskandar,” ungkap dia.
Sony Hendro juga mengatakan, menerima aduan masyarakat bagi yang mengetahui supermarket maupun minimarket yang masih buka 24 jam.
“Kami juga menerima aduan masyarakat, karena itu melanggar Perda yang berada di Kota Depok,” tutur dia.
Sementara itu, Kepala Bidang Pelayanan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Depok, Drajat Karyot juga mengakui, saat ini seluruh perizinan sudah berada pegang pemerintah pusat dengan aplikasi OSS.
“Termasuk dalam perizinan berusaha, seperti supermarket dan minimarket, yang semuanya langsung di OSS,” tutur dia.
Terlebih, kata Drajat Karyoto, izin minimarket termasuk dalam kategori paling rendah, yakni tidak perlu adanya rekomendasi-rekomendasi dari Pemkot Depok, hanya menyiapkan berkas-berkas yang diperlukan saja.
“Kalau tinggi itu seperti, pendirian klinik, apotek dan lainya yang harus meminta rekomendasi kepada Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Depok,” ungkap dia.
Drajat Karyoto mengatakan, hal ini tentunya sebagai penyebab salah satunya menjamurnya minimarket di Kota Depok, karena proses perizinanya yang mudah dan tidak dibatasi oleh pemerintah pusat.
“Saat ini Minimarket levelnya sudah sama seperti warung klontong, warung sayur dan warung kecil lainya,” kata dia.
Sebelum adanya aturan OSS, kata Drajat Karyoto, Kota Depok memiliki Perda yang mengatur izin usaha dan saat ini perda tersebut gugur karena adanya aturan baru tersebut.
“Dulu bisa batasi, dengan melihat banyaknya jumlah penduduk di setiap kecamatan, saat ini bisa disaksikan, minimarket sudah sampai di gang-gang, sehingga menggangu para pedagang kecil atau UMKM di wilayah,” ujar dia.
Namun, Drajat Karyoto mengatakan, saat ini DPMPTSP masih membuka pelayanan untuk masyarakat dalam melaksanakan perizinan, yakni hanya membuka tempat bantuan bagi masyarakat yang gagap teknologi untuk mendaftar di OSS.
“Mangkanya, saat pelayanan kami sepi, hanya ada beberapa orang untuk melayani bantuan bagi masyarakat yang tak mengerti mendaftar OSS,” tutur dia.
Baca Juga: Pemkot Depok Siapkan Rp375 Juta untuk Ganti Foto Presiden
Terpisah, Pengamat Tata Kota, Yayat Supriatna menyebut, tentang fenomena itu serta berbagai pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam pengaturan perizinan minimarket di Depok.
Terpisah, Pengamat Tata Kota, Yayat Supriatna menyebut, tentang fenomena itu serta berbagai pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam pengaturan perizinan minimarket di Depok.
Yayat Supriatna menjelaskan, melalui aplikasi OSS, perizinan minimarket dapat dilakukan dengan mudah. Namun meskipun demikian pentingnya mempertimbangkan beberapa faktor sebelum memberikan izin. Salah satu hal yang perlu diperhatikan yakni komposisi jumlah penduduk yang dilayani minimarket tersebut.
"Sebetulnya, ada ketentuan aturan yang mengatur tentang jumlah usaha yang harus sesuai dengan jumlah penduduk di suatu wilayah. Misalnya, jika sebuah puskesmas melayani sejumlah ribu penduduk, maka seharusnya jumlah minimarket pun disesuaikan dengan jumlah penduduk yang ada di sekitar wilayah tersebut," ungkap Yayat Supriatna kepada Radar Depok, Senin (18/11).
Yayat Supriatna mengungkapkan, kekhawatirannya terhadap dampak persaingan yang tidak sehat antara minimarket dengan usaha kecil tradisional.
"Sebetulnya, ada ketentuan aturan yang mengatur tentang jumlah usaha yang harus sesuai dengan jumlah penduduk di suatu wilayah. Misalnya, jika sebuah puskesmas melayani sejumlah ribu penduduk, maka seharusnya jumlah minimarket pun disesuaikan dengan jumlah penduduk yang ada di sekitar wilayah tersebut," ungkap Yayat Supriatna kepada Radar Depok, Senin (18/11).
Yayat Supriatna mengungkapkan, kekhawatirannya terhadap dampak persaingan yang tidak sehat antara minimarket dengan usaha kecil tradisional.
Baca Juga: Alhamdulillah, Tahun Depan Gaji Guru Naik
"Warung-warung tradisional, termasuk usaha UMKM seperti grosir masyarakat, banyak yang bangkrut. Mereka tidak bisa bertahan dengan adanya persaingan ketat dari minimarket yang tumbuh pesat hingga ke lingkungan permukiman," jelas Yayat Supriatna.
Yayat Supriatna mengingatkan, meskipun perizinan semakin mudah, ada baiknya pihak berwenang menerapkan pembatasan jumlah minimarket di suatu wilayah agar persaingan tetap sehat dan tidak merugikan usaha lokal.
Yayat Supriatna mengingatkan, meskipun perizinan semakin mudah, ada baiknya pihak berwenang menerapkan pembatasan jumlah minimarket di suatu wilayah agar persaingan tetap sehat dan tidak merugikan usaha lokal.
Dalam hal ini, Yayat Supriatnamengusulkan, agar setiap kecamatan dan kelurahan memiliki batasan jumlah minimarket yang diizinkan, disesuaikan dengan jumlah penduduk yang ada.
"Misalnya di Kecamatan Sukmajaya, jumlah minimarket yang diizinkan harus mempertimbangkan jumlah penduduk dan jarak dari usaha kecil yang sudah ada di sana. Jangan sampai izin diberikan tanpa memperhitungkan daya beli masyarakat dan kapasitas usaha yang ada," ujar Yayat Supriatna.
"Misalnya di Kecamatan Sukmajaya, jumlah minimarket yang diizinkan harus mempertimbangkan jumlah penduduk dan jarak dari usaha kecil yang sudah ada di sana. Jangan sampai izin diberikan tanpa memperhitungkan daya beli masyarakat dan kapasitas usaha yang ada," ujar Yayat Supriatna.
Baca Juga: KPU dan Bawaslu di Depok Tidak Awasi Lembaga Survei
Yayat Supriatna menilai, kehadiran minimarket bisa memberikan sisi positif, seperti menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan daya beli masyarakat. Namun, untuk memastikan dampak positif tersebut, pengaturan yang lebih baik perlu diterapkan, salah satunya dengan mendorong kerja sama antara minimarket dan UMKM.
"Saya berharap ada kebijakan yang memungkinkan minimarket untuk bekerja sama dengan usaha kecil lokal. Misalnya dengan menyediakan ruang bagi pedagang UMKM seperti tukang gorengan atau tukang bakso di depan minimarket. Ini bisa menjadi sinergi yang menguntungkan kedua belah pihak," terang Yayat Supriatna.
Yayat Supriatna menyarankan, agar pengelolaan izin minimarket lebih terkoordinasi antara berbagai dinas terkait, seperti Dinas Perdagangan dan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR).
Yayat Supriatna menilai, kehadiran minimarket bisa memberikan sisi positif, seperti menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan daya beli masyarakat. Namun, untuk memastikan dampak positif tersebut, pengaturan yang lebih baik perlu diterapkan, salah satunya dengan mendorong kerja sama antara minimarket dan UMKM.
"Saya berharap ada kebijakan yang memungkinkan minimarket untuk bekerja sama dengan usaha kecil lokal. Misalnya dengan menyediakan ruang bagi pedagang UMKM seperti tukang gorengan atau tukang bakso di depan minimarket. Ini bisa menjadi sinergi yang menguntungkan kedua belah pihak," terang Yayat Supriatna.
Yayat Supriatna menyarankan, agar pengelolaan izin minimarket lebih terkoordinasi antara berbagai dinas terkait, seperti Dinas Perdagangan dan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR).
Koordinasi ini penting untuk memastikan lokasi yang dipilih sesuai dengan peruntukan dan tidak menambah masalah baru seperti kemacetan atau kesulitan akses bagi masyarakat.
Baca Juga: Anggota DPRD Jawa Barat, Elly Farida Jadikan Pendidikan Fokus Utama
"Selain itu, setiap izin yang diberikan harus mempertimbangkan aspek sosial ekonomi masyarakat di sekitar lokasi tersebut. Apakah penduduk di sekitar lokasi memiliki daya beli yang cukup untuk mendukung keberlanjutan usaha tersebut. Semua ini perlu dipertimbangkan dengan cermat," tandas Yayat Supriatna.***
"Selain itu, setiap izin yang diberikan harus mempertimbangkan aspek sosial ekonomi masyarakat di sekitar lokasi tersebut. Apakah penduduk di sekitar lokasi memiliki daya beli yang cukup untuk mendukung keberlanjutan usaha tersebut. Semua ini perlu dipertimbangkan dengan cermat," tandas Yayat Supriatna.***
Artikel Terkait
Dua Jam Sekali KRL Jalan dari Stasiun Pondok Rajeg Depok, Ini Jadwal Keberangkatan Kereta dan Trayek Angkot ke Stasiun
Polisi Temukan Luka Jeratan di Leher hingga Luka Lebam pada Jasad Bayi dan Ibu di Bojongsari Depok
Heboh! Satu Rumah Potong dan Dua Kios di Pasar Cisalak Depok Hangus
Waduh! Menteri Baru Prabowo Ada yang Belum Punya Kantor dan Staf
Prabowo Bentuk BPH, Penyelenggara Haji Dirombak
Tiga Hakim Pembebas Ronald Tannur Ditangkap, Diduga Terima Suap Terkait Putusan Bebas Ronald