Wisnu Wardhana, Ketua NEO SGC Depok 1, juga menyampaikan bahwa narasi penurunan potongan sering kali dibawa oleh pihak-pihak yang sudah tidak lagi aktif di jalan, namun masih berusaha mengintervensi kebijakan seolah mewakili suara seluruh driver.
“Kami ini yang tiap hari narik. Kami tahu sistemnya, tahu apa yang kami dapat dari komisi itu. Kalau cuma berdasarkan opini mereka yang sudah tidak aktif, nanti bisa salah langkah dan malah merugikan kami semua,” ucap Wisnu.
Dari Tangerang, Andi Rahman selaku Ketua Komunitas SGC Tangerang 2, menyatakan bahwa sistem transportasi online bukan hanya soal pengemudi dan aplikator, tetapi juga ribuan mitra usaha kecil, restoran, hingga karyawan kantor yang bergantung pada ekosistem tersebut.
“Potongan 20 persen itu tidak bisa dilihat dari satu sisi. Sistem ini kompleks, banyak pihak yang bergantung padanya. Kalau potongan dikurangi tanpa solusi nyata untuk menutup biaya operasional aplikator, dampaknya bisa fatal. Layanan jadi tidak maksimal, support ke driver dikurangi, dan mitra usaha juga kena imbasnya,” jelas Andi.
Baca Juga: MPLS SMKN 2 Depok Wujudkan Generasi Panca Waluya, Simak Ulasan Lengkapnya
Menurut Andi, yang dibutuhkan para driver saat ini adalah jaminan kestabilan, bukan perubahan kebijakan yang justru menimbulkan ketidakpastian.
Kelima komunitas tersebut meminta Kementerian Perhubungan untuk membuka ruang dialog yang inklusif dengan melibatkan komunitas driver aktif dari berbagai kota, termasuk Jabodetabek.
Mereka menyampaikan bahwa suara dari lapangan, khususnya dari pengemudi yang masih aktif bekerja setiap hari, harus menjadi acuan utama dalam penyusunan kebijakan yang menyangkut keberlangsungan industri transportasi digital di Indonesia.
“Kami tidak menolak perubahan, tapi perubahan itu harus berdasarkan kenyataan di lapangan. Jangan hanya mendengar suara yang sudah lama tidak merasakan tantangan di jalan. Kami ini yang benar-benar bergantung hidup dari sistem ini,” ujar Wisnu.
Baca Juga: Genusa Jabar Wujudkan Indonesia Emas 2045 : Gandeng Dua Universitas asal Lampung, Sediakan Kuliah dengan Biaya Murah
Hendi Mustopa menambahkan bahwa jika memang ada rencana evaluasi, maka pemerintah sebaiknya mendorong sistem partisipatif dengan survei dan kajian lapangan langsung terhadap driver aktif.
“Kami terbuka untuk diajak bicara. Tapi jangan abaikan kami yang masih aktif dan masih menggantungkan hidup dari aplikasi. Komisi 20 persen selama ini sudah cukup adil dan saling menguntungkan. Jangan ganggu sistem yang sudah terbukti stabil,” tutup Hendi.
Dengan pernyataan ini, komunitas driver online Jabodetabek memperkuat gelombang penolakan dari berbagai kota terhadap wacana penurunan komisi, dan mendesak agar kebijakan tetap berpihak pada stabilitas serta kesejahteraan mitra yang bekerja setiap hari di lapangan.***
Artikel Terkait
Luar Biasa! Sekolah Tunas Global Depok Wakili Indonesia dalam Festival Budaya di Taiwan
Kasus Oknum Dewan Asusila RK Tak Boleh Dianggap Remeh, Novi Anggraini : Pemkot Depok Jangan Menunggu Putusan Hakim
Kompak! IMA Chapter Depok dan FIFGROUP Berkolaborasi di Temu Pendidik Nasional ke 12, Ini yang Dilakukan
Turnamen di RW5 Bojongsari Baru Depok : 13 Klub Voli Anak-anak Siap Unjuk Gigi, Sudah Tahun Ketiga Penyelengaraan
Emas dan Uang Raib Digondol Maling, Guru Ngaji asal Tapos Depok Merugi Rp61 Juta, Begini Ceritanya!
Wakili Indonesia, 16 Siswa Tunas Global Depok Bakal Berlaga di YICFFF
Musda KNPI Kota Depok : Ketua OC Yusril S Kaimudin, Ketua SC Suryadi, Pendaftaran Kandidat Dibuka 1 Agustus