Namun selama persidangan, Reynold mengatakan, kedua saksi menjelaskan yang menjadi dasar penguasaan Tanah Merah Cipayung Jaya oleh Satgas BLBI atau Kemenkeu bukanlah sertifikat PT Tjitajam. Melainkan hanya SK Kanwil Jawa Barat Nomor : 960/HGB/KWBPN/1997 Tanggal 29 Oktober 1997.
“Tentunya ini menjadi tidak jelas atau tidak berdasar hukum atau tindakan semena-mena oleh pemerintah,” kata Reynold.
Atas keterangan-keterangan yang diberikan oleh kedua saksi tersebut, Reynold justru mempertanyakan, apa yang menjadi dasar penguasaan lahan atas Tanah Merah itu oleh Satgas BLBI.
“Apakah ada sertipikat?Dan apakah pernah ada sita jaminan?, mengingat keterangan dari saksi bahwa Tanah Merah Cipayung itu pernah dijaminkan kepada BCD. Saya juga mempertanyakan kepada saksi, apakah ada hak tanggungan dan lainnya terhadap Tanah Merah tersebut,” kata Reynold.
Namun dalam Persidangan itu, Reynold mengatakan, kedua saksi tersebut justru tidak memberikan jawaban, dan hanya menerangkan bahwa mereka tidak mengetahui atas hal-hal tersebut.
Setelah berakhirnya proses persidangan, Reynold menerangkan, bahwa PT Tjitajam tidak pernah berhutang sepeserpun dan tidak pernah menerima aliran uang. Baik dengan PT Mitra Unggulbina Nusa maupun Bank Central Dagang, merupakan bank yang diketahui secara umum dimiliki oleh keluarga Hovert Tantular yang hingga saat ini masih buronan negara.
“Bagaimana mungkin pihak lain yang berhutang kemudian aset orang lain. Dalam hal ini aset PT Tjitajam yang dijadikan pelunasan hutang? Ini kan sangat berbahaya. Kami yakin ini cara kerja mafia tanah,” tutur Reynold.
Dari fakta persidangan , Reynold mengatakan, sesuai bukti tergugat IV yang diajukan oleh satgas BLBI ternyata Hindarto Tantular/Anton Tantular, selaku pemegang saham PT Bank Central Dagang-BBKU memiliki hutang kepada negara, sebesar RP 1.470.120.709.878.01 (Satu triliun empat ratus tujuh puluh miliar seratus dua puluh juta tujuh ratus sembilan puluh ribu delapan ratus tujuh puluh delapan dan 1/100 rupiah). Jumlah yang sangat fantastis.
“Utang mereka inilah yang menyebabkan penguasaan aset oleh Satgas BLBI, terhadap Tanah Merah Cipayung milik PT Tjitajam, tentulah sangat tidak adil dan tak berdasarkan hukum. Menurut kami kasus PT Tjitajam ini adalah bukti nyata masih maraknya mafia tanah di Indonesia yang dilakukan oknum berbaju dinas,” kata Reynold.
Selain itu, Reynold menerangkan, terkait Tanah Merah Cipayung yang diwacanakan sebagai lokasi pembangunan stadion bertaraf internasionalk oleh Pemkot Depok, hingga saat ini telah dua kali diletakan sita jaminan oleh pengadilan.
“Sita jaminan itu diletakan pertama kali pada tahun 2000 dan 2017. Selain itu juga sudah ada 10 putusan pengadilan yang mengabulkan pokok perkara, di mana memenangkan pihak klien PT Tjitajam dengan Direktur Rotendi serta pemegang saham mayoritasnya adalah PT Surya Mega Cakrawala (90 persen), selaku pemilik sah dan yang berhak atas Tanah Merah Cipayung,” jelas Reynold.
“Saya mengecam kepada pihak-pihak manapun yang ingin merenggut hak warga negara Indonesia yang terlindungi secara konstitusional, dengan menggunakan cara-cara yang melawan hukum dan/atau menindas rakyat,” tutup Reynold.
Sementara itu, Satgas BLBI sampai saat ini enggan berkomentar selama berjalannya persidangan tersebut. ***
Artikel Terkait
Membanggakan! Hockey U-15 Depok Juara Nasional
Satgas Pangan Pastikan Stok Beras di Depok Aman, Cek Faktanya!
Simak Faktanya! Jengkol dan Pete Sedang Langka di Depok
KPK Bongkar Dugaan Korupsi Kuota Haji Rp1 Triliun, Sita Mobil dan Properti di Depok
Prahara PDI Perjuangan Kota Depok : Isu PAW dan Pergantian Ketua
Kasus Hukum RK, LS Vinus : Pecat Kader Pelanggar Hukum
Ikravany Tepis Isu Prahara di Internal PDI Perjuangan Depok : PAW Karena Kasus Hukum Personal, Pergantian Ketua DPC Memang Agenda Rutin!