Oleh :
Farhan Surya Adiputra, Mahasiswa Politeknik Negeri Jarkata, Jurusan Teknik Grafika dan Penerbitan
Dalam beberapa minggu terakhir, sejumlah kota besar di Indonesia kembali dipenuhi aksi demonstrasi. Berbagai kelompok masyarakat turun ke jalan, menyuarakan aspirasi terkait kebijakan yang akhir akhir ini menimbulkan polemik, hingga kondisi ekonomi yang dirasa semakin berat. Para Demonstrasi yang seharusnya menjadi sarana demokratis untuk menyampaikan pendapat, kerap kali berakhir ricuh. Sorotan publik pun mengarah pada aparat keamanan: bagaimana cara mereka menangani massa, dan apakah pendekatan yang digunakan mencerminkan moralitas?
Baca Juga: Ternyata di Cinere Depok Punya Spot Asik Buat Hangout yang Vibesnya Homey Abis!
Pertanyaan ini penting, sebab sempat viral mengenai kasus ojek online dan lainnya, jadi tentu itu bukanlah sekadar problematika biasa. Apalagi Ia adalah perwujudan hak konstitusional warga negara. Di titik inilah, moralitas menjadi pondasi yang seharusnya hadir dalam setiap tindakan aparat. Namun, kenyataan di lapangan sering memperlihatkan wajah yang berbeda: bentrokan, penggunaan kekerasan, hingga jatuhnya korban. Dari sini muncul keprihatinan bersama—bahwa penanganan demonstrasi di Indonesia membutuhkan lebih dari sekadar aturan hukum, melainkan juga sentuhan moralitas kemanusiaan.
Moralitas dalam Penanganan Demonstrasi
Moralitas dalam konteks penanganan demonstrasi merujuk pada bagaimana aparat negara menempatkan nilai kemanusiaan dalam menjalankan tugasnya. Aparat tentu memiliki kewajiban menjaga ketertiban umum, namun mereka juga harus mengingat bahwa massa demonstran adalah warga negara yang dilindungi hak-haknya oleh undang-undang. Prinsip moralitas seharusnya membuat aparat tidak sekadar berfokus pada keamanan, tetapi juga menghormati martabat manusia.
Dalam praktiknya, kasus-kasus yang muncul sering menunjukkan hal sebaliknya. Pembubaran paksa, penggunaan gas air mata, hingga tindakan represif kerap menjadi berita utama. Publik pun mempertanyakan: apakah tindakan semacam ini benar-benar diperlukan? Ataukah ini sekadar bentuk dominasi kekuasaan atas rakyatnya? Kritik dari aktivis HAM, pengamat sosial, dan bahkan masyarakat umum memperlihatkan keresahan terhadap pola penanganan yang dianggap kurang manusiawi.
Baca Juga: Sekolah Taruna Bangsa Makin Lengkap dengan Kehadiran Lapangan Futsal dan Playground
Padahal, keberadaan moralitas justru mampu menjadi penyeimbang. Aparat yang menahan diri, bersikap proporsional, dan menempatkan empati akan menciptakan suasana yang lebih kondusif. Demonstrasi mungkin tetap terjadi, namun potensi bentrokan bisa diminimalkan. Moralitas bukan sekadar wacana etis, melainkan kebutuhan nyata untuk menjaga kepercayaan publik terhadap institusi negara.
Baca Juga: Distanhorbun Kabupaten Bogor Gandeng Lintas Sektoral Antisipasi Gagal Panen
Fungsi Moralitas Dalam Sebuah Aksi
Artikel Terkait
Indepth News Radar Depok : Parkir di Ruang Publik, Sanksi Rp2 Juta Belum Berlaku, Perda Masih di Pusat
Indepth News Radar Depok : Ruang Publik jadi Lahan Parkir, Bayar Iuran Tiap Bulan
Taman Musik Depok Mesti jadi Ruang Publik, Begini Kata Nuroji
Walikota Depok Komitmen Sediakan Ruang Publik Bermanfaat
HLUN 2025, Walikota Depok Supian Suri Umumkan Pemkot Hadirkan Ruang Publik Lansia di 2 Alun-Alun, Begini Katanya