Senin, 22 Desember 2025

Iedul Fitri 1444 H: Pertautan Dimensi Teologis dan Sosiologis

- Jumat, 21 April 2023 | 19:52 WIB

Dari perspektif ini menggambarkan bahwa sebagai orang beriman kita mendedikasikan waktu dan tenaga kita untuk beribadah kepada Alloh di bulan Ramadhan sebenarnya adalah kebutuhan kita karena titik tuju puasa adalah meraih puncak kualitas diri yang derajat tertinggi dimata Alloh (muttaqiin).

Pertautan Dimensi Teologi dan Sosiologis

Kita sering tidak mampu membedakan dan bahkan tidak mampu menjelaskan antara budaya dengan ajaran Agama, budaya Lebaran yang identik dengan pakaian baru, makanan yang enak, tradisi mudik dan lain-lain seringkali hal tersebut lebih menjadi prioritas dibandingkan apa yang menjadi kewajiban yang telah disyariatkan.

Ironisnya ada terjadi dalam masyarakat dimana kewajiban seorang muslim yang harus menyempurnakan ibadah ramadhannya dengan membayar Zakat Fitrah seringkali diaggap tidak penting atau dianggap sepele dan tidak dilaksanakan, tetapi pada saat yang sama mereka cenderung lebih mementingkan untuk menyiapkan acara Lebaran dan lain sebagainya. 

Zakat Fitrah yang seharusnya dimaknai sangat penting karena bukan hanya bagian dari kewajiban syariah akan tetapi bentuk pertautan teologis dan sosiologis.

Bahkan dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa ibadah puasa kita selama bulan Ramadhan masih tergantung diatara langit dan bumi (mu’allaqun bainassamaa’i wal ard) hingga kita membayar Zakat Fitrah untuk sampai kepada Alloh SWT.

Zakat Fitrah dapat menggambarkan bahwa Islam tidak hanya mengajarkan kita ritual ibadah seperti sholat, puasa, haji tetapi juga melengkapi syariat dengan ajaran ibadah yang memiliki dimensi sosial dan ekonomi.

Menghidupkan kepedulian dan saling menolong di antara sesama kaum muslimin, bahkan Alloh menjanjikan pahala yang besar.

Zakat merupakan bentuk kepedulian sosial agar mereka dapat memenuhi kebutuhannya sekaligus menyambung jurang pemisah antara yang kaya dengan yang miskin sehingga terbangun keseimbangan dalam kepemilikan dan pendistribusian harta secara adil dan merata.

Menurut Yusuf Qardawi, Islam sesungguhnya menginginkan agar seluruh umat manusia dapat mempersiapkan kehidupan di dunia dengan baik sehingga manusia dapat menikmati kehidupannya yang dipenuhi dengan keberkahan dari langit dan bumi serta mampu mengelolanya dengan baik, dari sini jelas bahwa Islam menginginkan ummatnya memiliki fondasi perekonomian yang kuat.

Momentum Persatuan Ummat Islam

Sebagai mahluk sosial kita selalu tidak bisa dilepaskan dengan hubungan antar manusia, interaksi inilah yang terkadang sering diwarnai dengan berbagai hal sesuai dengan situasi dan kondisinya.

Ada baik ada buruk, ada damai ada konflik, ada suka ada tidak suka dan pada saat yang sama seringkali emosi, egoisme dan kesombongan menguasai kita. Itulah sifat dasar manusia yang tidak dapat dihindari.

Karena itu tradisi halal bil halal adalah kesempatan kita untuk saling memaafkan, saling mempererat hubungan persaudaraan atas dasar keimanan dan kebangsaan, bukan hanya terbatas pada persaudaraan yang terbangun karena kekerabatan saja sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran bahwa “sesungguhnya setiap muslim adalah bersaudara, karena itu maka damaikanlah antara kedua saudaramu (QS. Al-Hujrat :10).

Sebagai bangsa yang besar kita menyadari bahwa banga ini terdiri dari berbagai suku ras, dan agama, seringkali terjadi gesekan dan perbedaan yang kemudian dijadikan komoditas politik untuk memperkeruh suasana persatuan, padahal jika merujuk pada sejarah bangsa ini telah membangun komitmen persatuan sejak awal mula republik ini didirikan.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

Membangun Komunikasi Inklusif Bagi Difabel

Kamis, 11 Desember 2025 | 19:43 WIB

Satu Negeri Dua Realitas

Jumat, 28 November 2025 | 08:55 WIB

Pahlawan Hari Ini

Senin, 10 November 2025 | 19:20 WIB

Menembus Pasar Internasional dengan Produk Daur Ulang

Selasa, 16 September 2025 | 19:56 WIB
X