Oleh : Oktavia Permatasari (Mahasiswa Magister Komunikasi Korporat Universitas Paramadina)
RADARDEPOK.COM - Menjadi difabel bukan berarti tidak memiliki kemampuan, tetapi mereka memiliki kemampuan berbeda dengan yang lainnya. Kelompok difabel memiliki hak yang sama sebagai Warga Negara Indonesia (WNI) untuk maju, berdaya dan berkembang secara bermartabat. Komunikasi yang inklusif dan ramah bagi kelompok difabel menjadi kunci dalam mewujudkannya.
Kelompok difabel memiliki kedudukan hukum dan hak asasi yang sama sebagai Warga Negara Indonesia (WNI). Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menjamin kelangsungan hidup setiap warga negara termasuk kelompok difabel. Difabel sendiri merupakan singkatan dari bahasa Inggris yaitu different ability people atau differently abled people yaitu orang dengan kemampuan berbeda.
Mereka menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari warga negara dan masyarakat Indonesia. Hal ini tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
Baca Juga: Drama Emosi Di rumah, Apa Yang Sebenarnya Terjadi Di Otak Anak?
Dalam pasal 1 disebutkan bahwa penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.
Namun, dalam konteks ini penyebutan dengan kata difabel dianggap lebih halus, sopan dan menempatkan difabel sebagai orang yang memiliki kemampuan sama, hanya saja cara yang ditunjukkan berbeda.Paradigma ini menggambarkan bahwa terdapat keragaman atau perbedaan kemampuan manusia yang ditunjukkan dengan cara yang berbeda. Dalam menjunjung keadilan yang berbasis hak asasi manusia, maka penyebutan difabel lebih manusiawi.
Melalui dasar hukum yang ada, kelompokdifabel dijamin memiliki hak yang sama dalam mengakses layanan publik. Namun, jaminan peraturan tertulis di atas kertas saja tidaklah cukup. Implementasi nyata dalam kehidupan sehari-hari menjadi hal yang paling utama. Mereka merupakan bagian integral dari potensi bangsa yang perlu dioptimalkan kontribusinya dalam pembangunan nasional baik dari sisi sosial, politik, ekonomi, pendidikan maupun budaya.
Baca Juga: Dari Awam Jadi Paham : Menjembatani Kesenjangan Informasi Coretax dengan Helpdesk Cerdas 24 Jam
Seperti yang kita ketahui, saat ini banyak orang masih mengenal difabel hanya sebatas tuna rungu, tuna wicara, tuna netra, ataupun tuna daksa. Dalam UU No.8 tahun 2016 terdapat empat kategori utama diantaranya difabel fisik, difabel intelektual, difabel mental dan difabel sensorik.Keragaman ini membuat kebutuhan terhadap layanan publik serta lingkungan harus inklusif. Bukan hanya akses visual dan audio, tetapi layanan serta ruang inklusifdiharapkan dapat membantu kelompok difabel dalam memperoleh informasi dengan mudah.
Namun, dalam praktiknya masih banyak difabel di Indonesia yang hidup dalam kondisi rentan, terbatas dan sulit dalam memperoleh informasi. Stigmatisasi dan diskriminasi masih terjadi di berbagai bidang kehidupan mereka. Oleh karenanya, mereka perlu diberikan ruang dalam menyuarakan aspirasi di segala aspek penyelenggaran negara dan masyarakat.
Kelompok difabel memiliki hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi dalam mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Hal ini sejalan dengan amanat Pasal 28F Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
Baca Juga: Satu Negeri Dua Realitas
Selanjutnya, hak berekspresi, berkomunikasi dan memperoleh informasi diatur dalam Pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2016 yang meliputi hak memiliki kebebasan berekspresi dan berpendapat; mendapatkan informasi dan berkomunikasi melalui media yang mudah diakses; menggunakan dan memperoleh fasilitas informasi dan komunikasi berupa bahasa isyarat, braille, dan komunikasi augmentatif dalam interaksi resmi.