Akan tetapi, dalam praktiknya tidak semua informasi publik disediakan dalam format yang ramah difabel. Sehingga hal ini tidak hanya menimbulkan keterbatasan mereka dalam mengakses fasilitas publik tetapi juga kesulitan dalam mendapatkan informasi.
Dalam kehidupan sehari-hari, kelompok difabel masih mengalami kendala berinteraksi dan berkomunikasi dengan masyarakat lainnya. Hal ini menjadi tantangan untuk mengedukasi dan membangun awareness masyarakat luas dalam mendorong komunikasi inklusif dan ramah difabel.
Komunikasi menjadi fondasi dalam menciptakan ruang agar mereka dapat berdaya serta mampu berkontribusi dan berkolaborasi. Pemahaman masyarakat mengenai penggunaan bahasa yang tepat dalam berkomunikasi dengan kelompok difabel penting untuk menciptakan lingkungan inklusif dan saling menghargai.
Baca Juga: Kebijakan Dedi Mulyadi meminta Pelajar ke Sekolah Berjalan Kaki, Sangat Rasional
Komunikasi dalam hal ini bukan hanya bagaimana untuk membangun interaksi dengan mereka. Tetapi lebih dari itu, komunikasi inklusif yang melibatkan berbagai aspek secara menyeluruh. Dari tutur kata yang bijak dan sopan, perilaku ramah dan santun, pemilihan bahasa dan kalimat yang tepat, cara berbicara dan mendengar, serta kemampuan memahami kondisi dengan mengedepankan empati.
Praktik Baik Komunikasi Inklusif
Komunikasi inklusif adalah pendekatan dalam komunikasi yang memastikan semua individu, tanpa memandang latar belakang, status sosial, kemampuan atau perbedaan lainnya, dapat berpartisipasi secara setara dalam proses komunikasi.
Pendekatan tidak hanya melibatkan penyampaian informasi, tetapi juga memastikan bahwa semua pihak merasa didengar, dihormati dan memiliki akses yang sama dalam proses pengambilan keputusan (Allyvia & Suryo, 2023). Oleh karena itu, melalui komunikasi inklusif diharapkan mampu membangun partisipatif aktif dari kelompok difabel. Serta menciptakan ruang nyaman bagi mereka untuk tumbuh, berkembang dan mengekspresikan diri.
Prinsip utama dalam komunikasi inklusif yakni keterbukaan, kesetaraan, aksesibilitas dan empati. Keterbukaan dalam hal ini kelompok difabel diberikan ruang untuk didengar tanpa diskriminasi. Mereka merasa diterima di seluruh lapisan masyarakat.
Selanjutnya,kesetaraan yaitu memastikan semua difabel memiliki hak yang sama.Lalu, aksesibilitas, dimanakemudahan dalam mengakses berbagai informasi dan memahaminya dengan baik. Serta empati, bagaimana kitamampu untuk menempatkan diri saat membangun komunikasi dengan mereka.Oleh karena itu, komunikasi inklusif dan ramah difabel menjadi kunci dalam membangun pemahaman bersama, membangun kesetaraan, mendorong kolaborasi serta menciptakan lingkungan inklusi yang saling menghormati.
Penyebutan yang inklusif dan sensitif terhadap kelompok difabel dapat menunjukkan penghargaan terhadap martabat mereka. Bahasa inklusif juga mampu menciptakan budaya yang ramah, terbuka dan mendukung keberagaman. Penggunaan bahasa yang inklusif membantu mengurangi potensi diskriminasi dan bias serta menciptakan proses komunikasi yang lebih adil.
Baca Juga: Dosen FEB UI Mengajar dan Belajar “Sustainability” bersama Prince of Songkla University di Thailand
Dalam praktik kehidupan sehari-hari untuk menjamin kehidupan lebih inklusif, pemahaman diksi difabel harus terus dikampanyekan. Hal ini untuk mendorong komunikasi inklusif berjalan dan mengubah paradigma terhadap keterbatasan fisik menjadi keberagaman kemampuan yang dimiliki para difabel.
Istilah yang tidak ramah, menyudutkan atau merendahkan juga harus dihindari. Tentunya untuk menghindari ableisme kepada kelompok difabel. Dengan menggunakan bahasa yang ramah bagi difabel dalam komunikasi menjadi langkah untuk menciptakan ruang inklusif yang adil.