Dalam konteks sekarang, Jokowi jelas tidak bisa lagi ikut dalam kontestasi politik dan tidak ada periode ketiga. Jokowi seharusnya menahan diri untuk berada di atas semua kontestan politik.
”Kalau dia (Jokowi) dalam konteks sekarang ini ikut kampanye, ikut memihak, potensi conflict of interest, potensi benturan kepentingan akan sangat telanjang dan kasatmata,” paparnya. Jika itu terjadi, pemilu akan berjalan tidak adil.
Terpisah, Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran Ahmad Muzani menilai berlebihan kekhawatiran sejumlah pihak soal presiden ikut berkampanye. Dia menegaskan, yang disampaikan Jokowi hanya norma dari UU Pemilu.
”Lha wong presiden belum berkampanye, hanya mengatakan boleh berkampanye,” ujarnya di Media Center TKN kemarin.
TKN menyerahkan sepenuhnya keputusan kampanye atau tidak kepada presiden. ”Jika beliau akan berkampanye, kami akan dengan sangat bergembira dan senang sekali,” ungkapnya.
Sementara itu, cawapres nomor urut 1 Muhaimin Iskandar beberapa kali mewanti-wanti agar aparat negara bertindak netral dalam pemilu. Begitu pula presiden.
Baca Juga: Hasbullah Rahmad: Perhatikan Kesehatan KPPS se-Kota Depok! Tahun 2019 Jangan Terulang
Menurutnya, presiden sudah seharusnya bersikap netral. ”Presiden kalau memihak harus cuti dari (jabatan) presiden,” kata Muhaimin di Pasuruan, Rabu (24/1) malam.
Di bagian lain, Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana mengatakan bahwa pernyataan Jokowi terkait presiden boleh memihak telah banyak disalahartikan.
”Apa yang disampaikan oleh presiden dalam konteks menjawab pertanyaan media tentang menteri yang ikut tim sukses,” terangnya. Pernyataan Jokowi disebutnya merupakan penjelasan dari jawaban sebelumnya.
Ari menggarisbawahi, penjelasan yang dimaksud Jokowi adalah aturan main dalam berdemokrasi bagi menteri maupun presiden. Pernyataan itu berdasar Pasal 281 UU Pemilu.
Di sana disebutkan, saat kampanye, boleh mengikutsertakan presiden, wakil presiden, menteri, dan juga kepala daerah maupun wakilnya.