Puluhan tahun berdagang, tak membuat Agus letih. Bersama gerobak uzurnya, dirinya tetap semangat mencari rezeki. Menjual roti. Roti gerobak yang bagi anak milenial sekarang mungkin kurang akrab. Berikut kisah Agus.
RADARDEPOK.COM, 15 menit berlalu, Agus terdiam dalam lamunan. Dia duduk bersandar di tembok kusam, dengan gerobak rotinya terparkir 1 meter darinya. Gerobak rotinya masih penuh. Dia baru saja keluar. Langit petang menguning. 30 menit lagi waktu berbuka puasa.
Baca Juga: Hijab Ala Malaysia Diprediksi Ramai Peminat, Ini Alasannnya
Agus biasa mangkal di Jalan Kartini, seberang pintu rel underpass Jalan Dewi Sartika. Usianya yang menyentuh 64 tahun, tak memungkinkan baginya untuk terus mengayuh gerobak roti.
“Pakde! jangan bengong saja. Nanti malah ketiduran. Pembeli malah lewat,” ujar seorang tukang bubur, membuyarkan lamunan Agus.
Baca Juga: 44 Bacaleg Partai Ummat Depok Diberi Pembekalan, Berikut Materinya
“Aku tidak bengong kok. Cuma lagi liatin jalan saja,” jawab Agus sedikit berbohong. Jelas-jelas daritadi Agus bengong.
“Kamu sudah sampai? Bagus deh. Saya jadi ada temannya,”.
“Iya pakde. Saya agak terlambat sedikit. Sengaja bikin bubur agak banyak. Kalau malam, banyak pembeli yang belum sempat makan berbuka, beli disini. Kadang juga dibungkus,” timpal si tukang bubur.
Baca Juga: ASN di Depok Adu Merdu Adzan
“Iya semoga banyak yang beli. Roti saya juga semoga laku, biar pulang bawa uang lebih,” Agus menjawab sembari memberi senyum tipis.
Agus menjual roti. Di gerobaknya tertulis ‘Mayan Sari’, merk jualan roti yang terbilang sudah langka. Tapi sampai saat inimasih bertahan. Pria gaek ini jadi bukti. Bila mau berusaha, rezeki akan tetap datang.
Baca Juga: Kasus Penganiayaan David Latumahina, AG Mantan Pacar Mario Dandy Divonis 3,5 Tahun Penjara
“Pak beli roti tawarnya. Sama beli yang rasa kelapa,” seorang ibu dengan motornya datang.