Oleh :
Jihan Lutfiyah (Koordinator LS Vinus Kota Depok)
Dalam sistem Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) terdapat beberapa jalur yang dapat ditempuh oleh Calon Peserta Didik, di antaranya yaitu jalur domisili, prestasi, dan juga afirmasi. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Permendikdasmen) No. 3 Tahun 2025 mengatur kuota jalur domisili sebagai acuan Pemerintah Daerah dalam menetapkan daya tampung termasuk di dalamnya daya tampung jalur domisili SMP yang menyebutkan paling sedikit 40% dari daya tampung sekolah. Sementara itu, dalam Keputusan Wali Kota Depok Nomor 770/223/Kpts/Disdik/Huk/2025 mengenai Petunjuk Teknis (Juknis) SPMB Tahun Pelajaran 2025/2026 menetapkan daya tampung jalur domisili untuk tingkat SMP sebanyak 45%.
Baca Juga: Tegas! Penerima Bansos yang Diduga Terlibat Judol Akan Dicoret
Jalur domisili di Kota Depok, sebagaimana diimplementasikan di banyak kota di Indonesia, ditujukan untuk pemerataan akses pendidikan di setiap wilayahnya. Setiap anak, di manapun mereka tinggal, berhak atas pendidikan bermutu di dekat rumahnya. Jalur domisili ini juga diharapkan mengurangi kesenjangan sosial dan ekonomi. Namun demikian, muncul berbagai praktik dan dinamika yang menimbulkan pertanyaan tentang keadilan, transparansi, dan efektivitas implementasinya
Berbagai Problematika Jalur Domisili SPMB Kota Depok 2025
1. Ketidaksesuaian Titik Koordinat dengan Sekolah Maupun Tempat Tinggal Calon Peserta Didik
Berdasarkan keterangan Sekretaris Komisi D DPRD Kota Depok, Siswanto, yang dilansir pada Radar Depok. Ditemukan ketidaksesuaian antara titik koordinat aplikasi dengan sekolah maupun tempat tinggal calon peserta. Hal ini tentu menyulitkan orang tua maupun calon peserta didik dalam mendaftar di SMP Negeri terdekat. Hal tersebut terjadi di SMPN yang berada di Kelurahan Tugu yang justru memiliki titik zona di Kelurahan Cisalak. Selain itu, di Kecamatan Cipayung, terdapat warga yang tidak bisa mendaftarkan anaknya ke sekolah terdekat karena terletak di luar zona, seperti SMPN 9 dan SMPN 29. Permasalahan seperti ini harus mendapat respon yang cepat dari Panitia SPMB dan sesegera mungkin memperbaiki kekeliruan yang ada. Pemantauan secara berkala terhadap aplikasi penerimaan siswa baru juga perlu dilakukan untuk mendeteksi masalah-masalah baru yang mungkin terjadi. Tak hanya itu, jauh sebelum masa penerimaan siswa baru, sosialisasi yang massif perlu dilakukan oleh Disdik ke sekolah-sekolah disertai dengan uji coba aplikasi agar pada saat melakukan pendaftaran, para orang tua maupun calon peserta didik dapat memahami cara-cara penanganan kendala yang ada.
Baca Juga: Ki Braja Bada Tubi Solusi Tepat Konsultasikan Spiritual, Masalah Tuntas dengan Harga Terjangkau
2. Minimnya Transparansi Data Penerimaan
Terdapat laporan dari sejumlah orang tua mengenai adanya calon peserta didik yang tinggal hanya beberapa ratus meter dari jarak sekolah namun gagal diterima pada sekolah tersebut. Dilansir dari Pikiran Rakyat Jabar, terdapat kasus yang terjadi di SMPN 31 Depok, yang mana terdapat orang tua yang melaporkan bahwa anaknya tidak diterima padahal jarak rumahnya dengan sekolah hanya berkisar 300 meter. Selain itu, terjadi pula di SMPN 6 Depok di mana calon peserta didik yang jarak rumahnya berkisar 200 meter dari sekolah tersebut dinyatakan tidak diterima. Hal ini perlu menjadi perhatian serius bagi Dinas Pendidikan Kota Depok, khususya dalam transparansi proses seleksi dan data-data penunjang terkait jarak tempat tinggal calon peserta didik dengan sekolah dalam jalur domisili. Hal ini juga meminimalisir dugaan adanya praktik jual beli bangku yang dilakukan oleh pihak sekolah maupun manipulasi alamat untuk mengakali jalur domisili. Dengan ini, masyarakat juga dapat mengawasi proses seleksi di setiap jalur.
3. Kualitas Pendidikan yang Belum Merata
Beberapa kecamatan di Kota Depok mengalami kekurangan sekolah di tingkat SMP. Seperti Kecamatan Cinere, Bojongsari, Sawangan, dan Cimanggis. Hanya terdapat satu sampai dua sekolah negeri yang dimungkinkan daya tampungnya tidak dapat mencukupi kebutuhan seluruh lulusan SD yang terdapat di sekitar sekolah negeri tersebut. Jika dilihat dari perspektif yang berbeda, sekolah swasta pun tidak semua dapat menjadi pilihan para orang tua karena biaya pendidikannya yang cukup besar, terutama bagi keluarga menengah ke bawah. Di samping itu, sekolah swasta gratis yang dijanjikan pemerintah banyak menyasar pada sekolah-sekolah yang tidak begitu diminati oleh calon peserta didik akibat mutu pendidikan yang belum merata.
Baca Juga: Samsul Hidayat Pasang Badan Bela Bupati dan Wakil Bupati Bogor Terkait Penataan Kawasan Puncak
Apakah Sistem Ini Gagal?
Artikel Terkait
Berkat Media, Popularitas Supian Suri dan Chandra Rahmansyah Makin Gacor! LS Vinus : Raihan Suaranya 49,83 Persen
LS Vinus Depok Gelar Konsolidasi Jelang Menjelang 100 Hari Kinerja Supian Suri dan Chandra
Survei LS Vinus: Warga Kabupaten Bogor Puas dengan 100 Hari Kinerja Rudi dan Jaro Ade
LS Vinus : 100 Hari Kerja Supian-Chandra Torehkan Rapor Kuning! Ini Hasil Survei 16 Bidang soal Tingkat Kepuasan Masyarakat Kota Depok
Kondisi Politik Dinilai Memprihatinkan, LS Vinus Diskusi Tentang Revisi UU Pemilu : Soroti Dana Parpol dan Efisiensi Penyelenggara Pemilu