ruang-publik

Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Nasional Tinjau Sosiologis Gelombang Protes di Indonesia

Rabu, 3 September 2025 | 09:15 WIB

Gaya hidup pamer elite politik kian mencolok di tengah kesenjangan sosial yang semakin terasa. Para pejabat tampil dengan fasilitas negara yang mewah, mulai dari kendaraan dinas, rumah dinas, hingga perjalanan luar negeri dengan biaya tinggi yang ditanggung rakyat. Sirene kendaraan dinas yang memaksa jalanan terbuka lebar di tengah kemacetan menjadi simbol sehari-hari betapa privilese kekuasaan begitu kontras dengan penderitaan warga yang harus bergulat dengan biaya hidup. Pola hidup konsumtif dan demonstrasi kemewahan ini bukan sekadar soal etika, tetapi menegaskan jarak kuasa antara elite dan rakyat, sekaligus memperdalam ketidakpercayaan publik terhadap negara.

Baca Juga: Tes Kemampuan Akademik Sebagai Instrumen Penjaminan Mutu dan Pemerataan Akses Pendidikan Untuk Semua

Apa yang kita saksikan di jalanan Jakarta bukan sekadar huru-hara, melainkan cermin rapuhnya kontrak sosial masyarakat urban Indonesia. Seperti diingatkan Emile Durkheim, masyarakat modern hanya bertahan bila solidaritas sosial terpelihara. Namun urbanisasi massif telah meruntuhkan solidaritas desa tanpa menghadirkan pengganti di kota, meninggalkan individu dalam kondisi rapuh sebagaimana digambarkan Bauman dengan istilah liquid modernity.

Pemerintah tidak bisa lagi hanya menegur atau menakut-nakuti rakyat setiap kali keresahan sosial meledak. Yang dibutuhkan adalah membuka kanal deliberatif melalui forum publik, konsultasi warga, dan musyawarah terbuka yang memberi ruang suara rakyat. Dialog langsung mengenai apa yang salah, apa yang perlu dikurangi atau diganti, lebih bermakna dibanding retorika lama tanpa solusi. Ketika kepercayaan pada negara melemah, masyarakat sipil—kampus, organisasi sosial, lembaga independen—masih dapat menjadi ruang alternatif bagi rakyat. Keberanian pemerintah untuk mendengar dan melibatkan masyarakat akan melahirkan kebijakan yang lebih adil dan kontekstual.

Sebagai penutup kertas posisi ini, beberapa pokok penting sebagai tindak lanjut yang bisa dilakukan yang menopang kehidupan masyarakat demokratis, bermartabat, dan berkeadilan adalah:

Baca Juga: Karma Politik

Aksi massa yang berujung pada perusakan simbol elit harus dipahami sebagai ekspresi politik elementer rakyat yang kehilangan kanal representasi. Pemerintah perlu berhenti menstigma dengan label “anarkis” atau “makar” dan mulai mengakuinya sebagai gejala sosial yang menuntut jawaban struktural.

Urbanisasi di Indonesia selama dua dekade terakhir telah melahirkan masyarakat cair yang rapuh ikatan sosialnya. Negara dan pemerintah kota perlu menciptakan ruang-ruang deliberasi warga dalam bentuk forum warga lintas komunitas, koperasi komunitas, dan forum partisipasi yang memperkuat kembali modal sosial di kota.

Hambatan struktural politik yang menjadikan komunikasi antara rakyat dan pemerintah telah menjadi dasar frustasi warga terhadap kebijakan-kebijakan yang tidak peka pada persoalan masyarakat. Pemerintah harus membentuk sebuah forum di perkotaan yang menjadi ruang perbincangan tentang kebijakan-kebijakan yang berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat antara pemerintah dan warga.

Baca Juga: Ilham Habibie: Maknai Hakteknas 2025 dan Prospek Dirgantara

Beban pajak dan upah minimum yang tidak layak adalah faktor utama keresahan. Diperlukan reformasi pajak yang lebih adil serta kebijakan upah dan perlindungan sosial yang menjamin kesejahteraan pekerja informal, dan pengendalian biaya hidup.

Negara perlu memastikan tersedianya lapangan kerja yang layak, terlindungi, dan berkesinambungan agar tenaga produktif tidak terjebak dalam lingkaran kerentanan, melainkan dapat menjadi pilar pembangunan ekonomi dan demokrasi, serta mencegah jangan sampai terjadi informalisasi kerja pada usia produktif

Mekanisme demokrasi elektoral perlu diperbaiki untuk mampu menyalurkan aspirasi rakyat kecil. Perlu inovasi agar rakyat merasa suaranya didengar sebelum harus turun ke jalan.

Baca Juga: UI Gelar Klinik Pembelajaran Kimia, Puluhan Guru SMA Depok-Bogor Antusias Tingkatkan Kompetensi!

Respons represif terbukti hanya memperkuat siklus kekerasan. Aparat harus dilatih untuk menggunakan strategi de-eskalasi, dialog, dan pendekatan komunitas, sehingga konflik tidak berkembang menjadi bentrokan terbuka.

Halaman:

Tags

Terkini

Membangun Komunikasi Inklusif Bagi Difabel

Kamis, 11 Desember 2025 | 19:43 WIB

Satu Negeri Dua Realitas

Jumat, 28 November 2025 | 08:55 WIB

Pahlawan Hari Ini

Senin, 10 November 2025 | 19:20 WIB

Menembus Pasar Internasional dengan Produk Daur Ulang

Selasa, 16 September 2025 | 19:56 WIB