oleh Ricky Maradona, Sekjen ILUNI FIB UI
RADARDEPOK.COM - Ceruk suara pemilih muda atau milenial masih menjadi magnet tersendiri dalam Pemilu 2024. Betapa tidak, dilansir dari tempo.co, sekitar 60 persen dari total 187 juta calon pemilih adalah kelompok milenial dengan rentang usia 17 – 37 tahun.
Dengan jumlah tersebut, partai politik tentu tertarik untuk menjadikan pemilih muda sebagai salah satu basis utama pemilih mereka. Namun, untuk menjadikan mereka sebagai basis pemilih tentu tidak mudah karena pemilih muda adalah pemilih yang kritis dan cenderung abai terhadap politik.
Menurut penulis, ada beberapa alasan yang menyebabkan pemilih muda cenderung abai terhadap politik. Alasan pertama adalah alasan ideologis. Mereka menganggap Pemilu tidak membawa perubahan yang signifikan terhadap situasi di Indonesia.
Baca Juga: Konsumen Geruduk Diler Motor, Karyawan Diduga Gelapkan Rp610 Juta
Hal ini memang sangat subjektif, tetapi tentu perlu upaya yang masif dan kreatif dari pemerintah setempat untuk menyosialisasikan setiap program dan kebijakan yang telah dilakukan melalui semua kanal media.
Pemilih muda merupakan generasi milenial dan generasi Z yang cenderung lebih dekat dengan sosial media. Sosialisasi yang tepat diharapkan dapat membuat pemilih muda melihat dan menilai kinerja pemerintah
Sehingga timbul keinginan untuk berpartisipasi dalam Pemilu. Alasan ideologis lainnya adalah adanya anggapan bahwa demokrasi tidak sesuai dengan ajaran agama yang diyakini sehingga memilih untuk golput.
Baca Juga: Hewan Kurban di Depok Terjangkit LSD, Ini Bahayanya
Alasan kedua, pemilih muda kehilangan sosok figur politisi atau pejabat yang bisa dijadikan teladan. Pemberitaan soal perilaku oknum politisi atau pejabat yang terjerat perilaku korupsi, hidup mewah, menyalahgunakan kekuasaan, dan perilaku amoral lainnya, menjadi santapan utama media, yang kemudian seolah-olah mencerminkan kehidupan mayoritas politisi atau pejabat di Indonesia.
Pemberitaan seharusnya disampaikan secara berimbang dengan turut menampilkan sosok-sosok politisi atau pejabat yang berintegritas dan dapat jadikan teladan. Dengan demikian, pemilih muda dapat memandang masa depan politik di Indonesia dengan lebih optimis.
Alasan selanjutnya adalah alasan pragmatis. Pemilih muda lebih fokus dalam pengembangan karier atau bisnis. Mereka tidak menganggap keterlibatan mereka dalam Pemilu sebagai prioritas karena tidak berpengaruh secara langsung terhadap pengembangan karier atau bisnis mereka saat ini.
Baca Juga: Sekolah Dilarang Paksa Siswa Ikut Jalan-jalan, Disdik Depok Keluarkan Surat Edaran
Contohnya adalah mereka akan lebih memilih masuk kantor jika diminta atasannya pada hari pemilihan dibandingkan berpartisipasi dalam Pemilu. Untuk itu, perlu adanya edukasi bahwa banyak hal yang terkait dengan kehidupan sehari-hari, termasuk lapangan kerja, harga bahan-bahan kebutuhan pokok, kenaikan gaji, dan lain-lain, berasal dari kebijakan pemerintah, baik eksekutif maupun legislatif.
Keempat, alasan teknis, baik yang bersifat administratif karena dirinya tidak terdaftar sebagai pemilih atau alasan pribadi karena sakit atau sedang pergi berlibur pada hari pencoblosan yang menyebabkan pemilih muda tidak bisa berpartisipasi dalam Pemilu. Alasan apa pun tentu harus dihormati karena itu pilihan pribadi mereka walaupun sangat disayangkan.