RADARDEPOK.COM - Aktivitas pertambangan di Kabupaten Sukabumi kini tengah menjadi perbincangan pasca bencana alam yang melanda hampir seluruh kecamatan. Keberadaat tambang tersebut disebut-sebut merupakan salah satu biang kerok terjadinya bencana besar yang melanda.
Desakan untuk melakukan evaluasi dan penindakan terhadap keberadaan pertambangan yang dinilai merugikan dan merusak lingkungan terus bermunculan. Mulai dari Anggota DPR RI, pegiat lingkungan, dan lainnya. Merespon permasalahan tersebut, Polres Sukabumi pun bergerak cepat.
"Terkait adanya informasi (aktivitas pertambangan) tersebut tentunya kami berterima kasih. Kami akan jadikan dasar awal untuk melakukan penyelidikan di lapangan," beber Kapolres Sukabumi AKBP Samian kepada Radar Sukabumi, kemarin (16/12).
Baca Juga: Kakorlantas Larang Mudik Pakai Motor, Potensi Kecelakaan Capai 78 Persen
Adapun terkait dengan perusahaan yang melakukan pertambangan, tentu jajaran kepolisian dalam hal ini Polres Sukabumi akan melakukan undangan klarifikasi. "Kami akan melakukan penyelidikan di lapangan, apakah aktivitas pertambangan itu ada legalitas yang dikantongi atau tidak," jelasnya.
Kemudian juga bagaimana terkait dengan kepedulian terhadap lingkungan oleh pihak PT atau perusahaan tersebut paca menambang atau proses menambang. "Dalam minggu ini, kami bakal undang tiga perusahaan untuk klarifikasi. Itu tersebar di beberapa kecamatan-kecamatan," terang Samian.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif WALHI Jawa Barat, Wahyudin, mengatakan pihaknya telah menurunkan tim investigasi sejak 3 Desember 2024 ke Sukabumi.
Baca Juga: UMK Depok jadi Rp5.195.720, Segini UMK Tahun-tahun Sebelumnya
Dia menyebut timnya menemukan tidak hanya kawasan Guha dan Dano yang terdegradasi, tetapi di kawasan lain juga terjadi kerusakan alam akibat tambang emas dan galian kuarsa untuk bahan pendukung pembuatan semen.
Sementara itu, Deputi Eksternal Eksekutif Nasional WALHI Mukri Friatna mengatakan banjir bandang yang terjadi pada awal Desember 2024 di Sukabumi telah menimbulkan dampak serius bagi kehidupan sosial sekaligus ekonomi masyarakat.
Menurut dia, ada 39 kecamatan dan 176 desa yang terdampak banjir serta risiko belasan warga meninggal dan hilang. “Hasil pemantauan citra satelit, sedikitnya terdapat dua kawasan hutan yaitu pegunungan Guha dan Dano yang telah hancur tutupan hutannya,” kata dia.
Baca Juga: Ramai-ramai Setuju Usulan Pilkada Dipilih Langsung DPRD, dari MUI sampai DPD RI
Kehadiran pabrik semen menghancurkan kawasan karst yang merupakan bahan baku semen. WALHI juga menemukan di Desa Waluran, Kabupaten Sukabumi, ada degradasi hutan.
WALHI menilai fenomena ini karena adanya pembukaan lahan bagi proyek Hutan Tanaman Energi (HTE) untuk memasok serbuk kayu ke PLTU.
Tak hanya itu, Wahyudin mengatakan WALHI menemukan adanya operasi tambang emas di kawasan hutan seperti di Ciemas dan di Simpenan. “Kawasan perhutanan sosial tidak luput pula dari objek tambang sebagaimana terdapat di petak 93 Bojong Pari dan Cimanintin dengan luas 96,11 hektare,” katanya.