RADARDEPOK.COM - Merujuk pada Undang-Undang No 18 Tahun 2003 Tentang Advokat (UU Advokat), Pasal 1 Ayat (1), menyatakan bahwa yang disebut Advokat adalah “orang yang berprofesi memberikan jasa hukum baik di dalam maupun di luar Pengadilan yang dipersyaratkan menurut Undang Undang”.
Untuk dapat berprofesi sebagai advokat maka UU Advokat mengatur tahapan-tahapan yang harus dilalui, yaitu:
- Berlatar belakang Sarjana Hukum, Sarjana Syari’ah atau Sarjana Ilmu Kepolisian.
- Mengikuti Pendidikan Khusus Profesi Advokat dan Lulus Ujian Profesi Advokat.
- Mengikuti magang di Kantor Advokat sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun secara terus-menerus.
- Disumpah oleh dan dihadapan Hakim Pengadilan Tinggi.
Baca Juga: Integritas dan Akuntabilitas Kabinet Merah Putih
Dengan demikian maka jelas bahwa advokat adalah profesi yang tidak bisa disandang sembarang orang.
Perihal sanksi untuk orang yang bertindak seolah-olah sebagai advokat, diatur di Pasal 31 UU Advokat sebagai berikut:
Setiap orang yang dengan sengaja menjalankan pekerjaan profesi Advokat dan bertindak seolah-olah sebagai Advokat, tetapi bukan Advokat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 50 juta.
Baca Juga: Bukan Bos Radar Bogor
Namun dalam perkembangannya, Pasal 31 UU Advokat telah dicabut oleh Putusan MK Nomor 006/PUU-II/2004, sehingga ketentuan tersebut sudah dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.
Dengan telah di cabutnya Pasal 31 UU Advokat oleh Putusan MK Nomor 006/PUU-II/2004, maka yang dapat digunakan kepada si orang yang mengaku-ngaku advokat padahal bukan tersebut, adalah sanksi di KUHP atau UU 1/2023.
Terhadap advokat gadungan tersebut bisa dijerat dengan tindak pidana pemalsuan surat dalam Pasal 263 KUHP atau Pasal 391 UU 1/2023, atau dengan tindak pidana penipuan dalam Pasal 378 KUHP atau 492 UU 1/2023.
Baca Juga: Pendidikan untuk Semua: Pilar Utama Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia
Sebagai tambahan, bahwa dalam praktiknya Aparat Penegak Hukum baik itu Kepolisian, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), maupun Petugas Lembaga Pemasyarakatan yang sering bersinggungan dan berhubungan langsung dengan Advokat yang bertugas menjalankan profesinya dalam mendampingi Klien perlu lebih ketat terhadap Advokat tersebut.
Dalam hal ini Aparat Penegak Hukum perlu meminta salinan fotocopy Surat Kuasa Khusus, Kartu Tanda Pengenal Advokat (KTPA), Berita Acara Sumpah dari Advokat tersebut.
Perlu adanya Surat Edaran di Instansi Aparat Penegak Hukum tersebut kepada para Advokat yang bertugas menjalankan profesinya dalam mendampingi Klien untuk melampirkan salinan fotocopy Surat Kuasa Khusus, Kartu Tanda Pengenal Advokat (KTPA), Berita Acara Sumpah dari Advokat.
Artikel Terkait
Debat Perdana Pilkada Depok : Pendukung Paslon Dibatasi 35 Orang, Ini Tema yang Diangkat
Siap-siap Cetar Membahana! Ikatan Keluarga Santri Depok akan Deklarasi Dukung Imam-Ririn, Alasannya: Jujur, Religius dan Berpengalaman
Pasangan Imam-Ririn Dipastikan Tampil Tokcer pada Debat Pilkada, Ade Supriyatna : Pengalamanya Tak Perlu Diragukan!
Terpukau Program yang Realistis, Majelis Taklim Sukamaju Baru Kota Depok Totalitas Menangkan Imam Budi Hartono dan Ririn Farabi Arafiq di Pilkada
Senggol Dong! Gen Z di 14 Kelurahan Se-Bojongsari dan Sawangan Deklarasi Menangkan Imam-Ririn di Pilkada Depok
Imam-Ririn Sentil Kinerja Sekda Depok Sebelumya Soal Sampah, Sudah Diamanatkan Tidak Dijalankan
Imam-Ririn Sebut Gentrifikasi Hanya Teori Bukan Program Buat Warga Depok, Tinggal Klik di Google Bisa