Senin, 22 Desember 2025

Mencegah Praktik Makelar Kasus dari Advokat Gadungan Demi Terciptanya Officium Nobile

- Senin, 4 November 2024 | 18:40 WIB
Ilustrasi Hukum
Ilustrasi Hukum

RADARDEPOK.COM - Merujuk pada Undang-Undang No 18 Tahun 2003 Tentang Advokat (UU Advokat), Pasal 1 Ayat (1), menyatakan bahwa yang disebut Advokat adalah “orang yang berprofesi memberikan jasa hukum baik di dalam maupun di luar Pengadilan yang dipersyaratkan menurut Undang Undang”.

Untuk dapat berprofesi sebagai advokat maka UU Advokat mengatur tahapan-tahapan yang harus dilalui, yaitu:

  1. Berlatar belakang Sarjana Hukum, Sarjana Syari’ah atau Sarjana Ilmu Kepolisian.
  2. Mengikuti Pendidikan Khusus Profesi Advokat dan Lulus Ujian Profesi Advokat.
  3. Mengikuti magang di Kantor Advokat sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun secara terus-menerus.
  4. Disumpah oleh dan dihadapan Hakim Pengadilan Tinggi.

Baca Juga: Integritas dan Akuntabilitas Kabinet Merah Putih

Dengan demikian maka jelas bahwa advokat adalah profesi yang tidak bisa disandang sembarang orang.

Perihal sanksi untuk orang yang bertindak seolah-olah sebagai advokat, diatur di Pasal 31 UU Advokat sebagai berikut:

Setiap orang yang dengan sengaja menjalankan pekerjaan profesi Advokat dan bertindak seolah-olah sebagai Advokat, tetapi bukan Advokat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 50 juta.

Baca Juga: Bukan Bos Radar Bogor

Namun dalam perkembangannya, Pasal 31 UU Advokat telah dicabut oleh Putusan MK Nomor 006/PUU-II/2004, sehingga ketentuan tersebut sudah dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.

Dengan telah di cabutnya Pasal 31 UU Advokat oleh Putusan MK Nomor 006/PUU-II/2004, maka yang dapat digunakan kepada si orang yang mengaku-ngaku advokat padahal bukan tersebut, adalah sanksi di KUHP atau UU 1/2023.

Terhadap advokat gadungan tersebut bisa dijerat dengan tindak pidana pemalsuan surat dalam Pasal 263 KUHP atau Pasal 391 UU 1/2023, atau dengan tindak pidana penipuan dalam Pasal 378 KUHP atau 492 UU 1/2023.

Baca Juga: Pendidikan untuk Semua: Pilar Utama Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia

Sebagai tambahan, bahwa dalam praktiknya Aparat Penegak Hukum baik itu Kepolisian, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), maupun Petugas Lembaga Pemasyarakatan yang sering bersinggungan dan berhubungan langsung dengan Advokat yang bertugas menjalankan profesinya dalam mendampingi Klien perlu lebih ketat terhadap Advokat tersebut.

Dalam hal ini Aparat Penegak Hukum perlu meminta salinan fotocopy Surat Kuasa Khusus, Kartu Tanda Pengenal Advokat (KTPA), Berita Acara Sumpah dari Advokat tersebut.

Perlu adanya Surat Edaran di Instansi Aparat Penegak Hukum tersebut kepada para Advokat yang bertugas menjalankan profesinya dalam mendampingi Klien untuk melampirkan salinan fotocopy Surat Kuasa Khusus, Kartu Tanda Pengenal Advokat (KTPA), Berita Acara Sumpah dari Advokat.

Baca Juga: Michael Rexy : Founder Interaksi Space – Membangun Interaksi Space, Coffee Shop yang Menjadi Wadah Hiburan untuk Generasi Muda

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Membangun Komunikasi Inklusif Bagi Difabel

Kamis, 11 Desember 2025 | 19:43 WIB

Satu Negeri Dua Realitas

Jumat, 28 November 2025 | 08:55 WIB

Pahlawan Hari Ini

Senin, 10 November 2025 | 19:20 WIB

Menembus Pasar Internasional dengan Produk Daur Ulang

Selasa, 16 September 2025 | 19:56 WIB
X