Oleh : Herna Nur Syahwalia (HNS), Mahasiswi Politeknik Negeri Jakarta (PNJ)
RADARDEPOK.COM-Di sebuah warung kecil yang berdinding anyaman bambu, saya duduk menanti pesanan makanan sembari memperhatikan seorang anak yang tengah mengelap meja dengan serius. Umurnya mungkin belum genap sepuluh tahun, tetapi terlihat sorot matanya yang lelah karena harus membantu orang tuanya sejak pagi buta.
1. Maaf (keberanian Dalam Kerendahan Hati)
Ketika seorang pelanggan menjatuhkan sendok dan anak itu buru-buru memungutnya, ia berkata, “Maaf, Kak, nanti saya ganti,” dengan suara pelan namun pasti. Kalimat itu tidak menuntut permaklukan, tapi menyodorkan keikhlasan. Saya terdiam, bukan karena sendoknya, tapi karena cara si anak itu menghadirkan satu kata sederhana yaitu maaf.
Kata itu, yang sering kita anggap remeh atau bahkan gengsi untuk diucapkan, seketika membuat suasana menjadi tenang. Saya merasa betapa besarnya kekuatan kata ini dalam memperbaiki suasana hati. Kata “maaf” adalah jembatan bagi hubungan manusia dibangun dari kerendahan hati dan keberanian mengakui kekurangan.
Di sinilah etika kecil memancarkan cahaya besarnya. Seakan kata tersebut mampu membuka ruang untuk saling memahami dan menghapus jarak yang tak tampak.
2. Tolong (Pengakuan akan Kebutuhan dan Kebersamaan)
Beberapa minggu kemudian, saya kembali ke warung itu. Kali ini, seorang ibu yang membawa anak balitanya tengah bingung mencari tempat duduk. Tanpa pikir panjang, saya menawarkan kursi di sebelah saya.
Ia mengangguk cepat dan berkata, “Tolong ya, boleh anak ibu duduk sebentar? Dia kecapean.” Tidak ada kalimat manis atau hiasan basa-basi. Hanya satu kata tolong, yang justru membuat permintaannya terasa begitu tulus dan ringan diterima.
Menariknya, kata ini kadang dianggap sebagai beban karena diikuti oleh permintaan. Padahal, dalam etika sosial, meminta tolong adalah bentuk kesadaran bahwa manusia tidak hidup sendiri, bahwa kita saling membutuhkan.
Dalam dunia yang serba mandiri ini, “tolong” menjadi pengingat bahwa kita tidak bisa selalu mengandalkan diri sendiri. Kita membutuhkan orang lain, dan saat kita meminta tolong, itu adalah bentuk penghargaan terhadap keberadaan mereka.
Di sinilah letak kekuatannya “tolong” bukan hanya permohonan, tetapi pengakuan atas keberadaan orang lain. Si ibu tidak tahu siapa saya, saya pun tidak tahu nama ibu itu. Tapi satu kata sudah cukup untuk menjembatani dua orang asing. Kata “tolong” menciptakan kedekatan yang terjalin begitu cepat, hanya dengan satu permintaan yang penuh harapan.
3. Terima kasih (Wujud Penghargaan yang Sederhana tapi Bermakna)
Tiga hari berselang, saya berjalan menyusuri pasar dekat rumah untuk membeli donat. Seorang penjual donat yang sering saya datangi menyambut dengan senyum, lalu mengambil beberapa donat dan membungkusnya rapi tanpa saya harus meminta. “Terima kasih ya, Bu,” ucap saya dengan refleks, yang segera dijawab dengan senyum lebar dan kata, “Sama-sama, Ndok. Terima kasih juga sudah langganan.”
Sekilas, percakapan itu terdengar biasa saja. Tapi di situlah keistimewaannya satu kata terima kasih bisa menyalakan api kehangatan antar manusia. Etika tidak melulu soal tata krama tinggi di forum resmi ia hidup dan tumbuh di tengah pasar, di balik senyum penjual, dalam ucapan tulus pelanggan.
Baca Juga: 804 Mahasiswa Magang Vokasi UI Terlindungi BPJS Ketenagakerjaan
Dalam kehidupan yang kian cepat dan sering kali arogan, “terima kasih” adalah penahan laju yang mengingatkan kita pada satu hal yaitu menghargai. Mengucapkan “terima kasih” bukan sekadar formalitas, tapi cara kita menghargai usaha dan kebaikan orang lain. Bahkan dalam dunia yang keras .dan penuh persaingan, menghargai adalah kualitas yang tak ternilai.
Artikel Terkait
Kuliah Umum Kesehatan Matra Mahasiswa Keperawatan Program Diploma Tiga Fakultas Ilmu Kesehatan UPN Veteran Jakarta 2024
Gandeng Mahasiswa, Yayasan AHM Siapkan Puluhan Agen Safety Riding
Genjot Produktivitas Siswa SMK Al Masum Mardiyah Cianjur, Dosen dan Mahasiswa Universitas Jayabaya Ajarkan Pembuatan Eco Enzym
Mahasiswa Ramai Ramai Tolak PPN 12 Persen, Begini Respon Ronny P Sasmita
Tolak Kenaikan PPN jadi 12 Persen, Mahasiswa Ancam Kembali Geruduk Istana Negara ke Jalan Sampai 1 Januari 2025