Senin, 22 Desember 2025

Transnational Advocacy Network (TAN): Kunci Pengelolaan Konflik Sungai Mekong Antarnegara ASEAN

- Selasa, 10 Juni 2025 | 20:48 WIB
ILUSTRASI (ISTIMEWA)
ILUSTRASI (ISTIMEWA)

Oleh:

Clarissa Aldora Simamora

(Mahasiswi Jurusan Hubungan Internasional, Universitas Brawijaya)

Sungai Mekong, sebagai salah satu sumber daya alam terpenting di kawasan ASEAN, memainkan peran krusial secara ekologis, ekonomi, dan sosial bagi negara-negara riparian. Namun, pengelolaan bersama sungai ini sering diwarnai konflik antarnegara akibat berbeda kepentingan dan lemahnya koordinasi regional. Konflik ini bukan hanya menyangkut distribusi air dan sumber daya, tetapi juga berimplikasi pada keberlanjutan ekosistem serta kesejahteraan masyarakat setempat. Dalam konteks ini, konsep Transnational Advocacy Network (TAN) muncul sebagai solusi kunci untuk memperkuat dialog, meningkatkan kerjasama, dan mendorong pengelolaan sumber daya secara adil dan berkelanjutan di kawasan Mekong.

Baca Juga: Tempat Camping di Sentul View Gunung, Sawah dan Sungai

1. Latar Belakang Konflik Sungai Mekong

Latar belakang konflik Sungai Mekong berkaitan erat dengan ketimpangan dalam pemanfaatan sumber daya sungai yang melibatkan pembangunan bendungan besar, distribusi air, serta dampak sosial dan ekologisnya. Konflik ini muncul karena negara-negara hilir seperti Kamboja, Laos, Thailand, dan Vietnam bergantung pada sungai untuk irigasi, perikanan, dan energi, sementara negara hulu seperti Tiongkok dan Myanmar memanfaatkannya sebagai sumber utama pembangkit listrik tenaga air tanpa mempertimbangkan dampak di hilir. Pembangunan bendungan oleh Tiongkok secara besar-besaran menyebabkan berkurangnya debit air, mengganggu habitat alami, dan memutus jalur migrasi ikan, yang berimplikasi negatif terhadap kehidupan masyarakat lokal serta keseimbangan ekosistem sungai.

Negara-negara yang terlibat utama adalah Tiongkok sebagai pihak hulu dan negara-negara hilir seperti Kamboja, Laos, Thailand, dan Vietnam, yang memiliki kepentingan memperoleh air bersih, listrik, dan sektor pertanian yang berkelanjutan. Konflik memperlihatkan ketegangan karena adanya perlakuan tidak adil dalam distribusi sumber daya, dimana negara hulu cenderung memanfaatkan secara dominan dan menolak kerangka hukum internasional yang menyamaratakan hak penggunaan sungai.

Baca Juga: Tahun Ini, se Kelurahan Pondok Petir Sembelih 550 Kurban dan Disebar ke Warga

Dampak negatifnya mencakup kekeringan dan kerusakan sektor pertanian dan perikanan di wilayah hilir, kehilangan habitat alami, penurunan hasil tangkapan ikan, serta ketidakstabilan sosial ekonomi masyarakat lokal. Ekosistem sungai menjadi terganggu, mempercepat degradasi lingkungan yang berimbas kepada keberlanjutan hidup komunitas yang bergantung pada Sungai Mekong.

2. Apa itu Transnational Advocacy Network (TAN)?

Transnational Advocacy Network (TAN) adalah jaringan organisasi dan aktor yang terbentuk secara sukarela dan horizontal, yang berbeda dari struktur organisasi formal seperti hierarki atau pasar. Mereka biasanya terdiri dari aktor non-negara seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), media, akademisi, komunitas lokal, dan berbagai organisasi lain yang berbagi nilai, diskursus, dan informasi untuk memperjuangkan norma atau isu tertentu, seperti hak asasi manusia, lingkungan, dan keadilan sosial,. Karakteristik utama TAN meliputi sifatnya yang berbasis nilai dan prinsip, mengandalkan pertukaran informasi yang strategis dan dinamis, serta memiliki struktur yang relatif longgar dan fleksibel. Mereka berfungsi sebagai ruang sosial-politik di mana berbagai aktor dari latar belakang berbeda bernegosiasi, membangun solidaritas, dan mempengaruhi norma internasional tanpa ketergantungan pada kekuasaan formal. Selain itu, jaringan ini mencerminkan hubungan personal dan profesional yang berkembang selama waktu tertentu, memperkuat posisi mereka dalam memajukan perubahan sosial dan politik di tingkat global maupun domestik.

Baca Juga: 53 Tahun HIPMI: Lebih dari Sekadar Perayaan, Sebuah Momentum Refleksi dan Reposisi

Transnational Advocacy Networks (TAN) memainkan peran penting dalam isu lintas negara dan lingkungan dengan cara membantu memobilisasi perhatian internasional, memengaruhi norma dan kebijakan global, serta menghubungkan berbagai aktor dari tingkat nasional hingga internasional. Mereka aktif dalam membangun kesadaran dan kampanye tentang isu-isu lingkungan yang tidak hanya terbatas pada satu negara, tetapi memiliki dampak dan relevansi global, seperti pengelolaan sumber daya alam, perubahan iklim, dan konservasi alam. TAN memanfaatkan strategi komunikasi, framing ulang masalah, serta membentuk slogan dan narasi yang kuat untuk meningkatkan tekanan terhadap negara dan organisasi internasional agar mengambil tindakan lebih tegas dan bertanggung jawab. Selain itu, mereka juga membantu menyusun dan mengadvokasi kebijakan internasional melalui pengaruh pada deklarasi, kesepakatan, dan perjanjian, seperti Konvensi Rio dan protokol-protokol lingkungan lainnya, yang mempercepat implementasi dan penegakan kebijakan perlindungan lingkungan secara global. Dengan demikian, TAN merupakan mekanisme kunci dalam memperkuat koordinasi internasional untuk konservasi dan perlindungan lingkungan lintas negara.

Relevansi Transnational Advocacy Network (TAN) dengan isu Sungai Mekong sangat kuat, karena konteks pengelolaan sumber daya sungai ini melibatkan banyak negara dengan kepentingan yang berbeda-beda. Proses ini menunjukkan adanya konflik lintas batas yang kompleks, membutuhkan jaringan advokasi lintas negara dan aktor non-negara untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat yang terdampak. Selain itu, masyarakat di hilir yang sangat bergantung pada sungai ini seringkali memiliki suara terbatas dalam negosiasi bilateral maupun multilateral dengan negara upstream seperti China. Oleh karena itu, TAN menekankan pentingnya kekuatan jaringan advokasi dan diplomasi lintas batas untuk memastikan bahwa hak dan kepentingan masyarakat terdampak diakomodasi secara adil dan efektif di ruang global. Tanpa keberadaan jaringan ini, suara masyarakat hilir cenderung terpinggirkan ketika berhadapan langsung dengan kekuatan nasional maupun ekonomi negara upstream.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Membangun Komunikasi Inklusif Bagi Difabel

Kamis, 11 Desember 2025 | 19:43 WIB

Satu Negeri Dua Realitas

Jumat, 28 November 2025 | 08:55 WIB

Pahlawan Hari Ini

Senin, 10 November 2025 | 19:20 WIB

Menembus Pasar Internasional dengan Produk Daur Ulang

Selasa, 16 September 2025 | 19:56 WIB
X