Di tempat lainya, Humas SMAN 6 Depok, Syahri Ramadhan juga mengakui, kebijakan tersebut sudah diberlakukan di SMAN 6 Depok, dengan dilakukan berbagai penyesuaian yang diperlukan.
“Sudah, kami melakukan penyediaan sarana prasarana terutama meja dan kursi siswa dan pembekalan guru - guru melalui bimbingan teknis (Bimtek) untuk persiapan pembelajaran kelas besar,” ungkap dia.
Syahri Ramadhan juga juga memastikan, SMAN 6 Depok sudah siap menjalankan kebijakan tersebut. Hal ini terlihat dari Masa Pengenalan Lingkungan Siswa (MPLS).
“Kami sudah siap, Alhamdulilah lancar, Sejauh ini semua terkoordinasi dengan baik, Proses pembelajaran efektif baru akan dimulai Senin, 21 Juli 2025 dan seterusnya. Minggu lalu selama 5 hari murid baru megikuti MPLS Pancawaluya, Jadi apakah ada kendala atau tidak ya belum kita jalani proses KBM-nya,” tutur dia.
Baca Juga: Jeanne Noveline Tedja : Depok Langgar Hak Anak untuk Hidup Sehat, Ini Penjelasannya
Kalaupun nanti ada kekurangan, menurut Syahri Ramadhan, merupakan hal yang wajar karena ini baru dan pertama kalinya, namun demikian SMAN 6 Depok akan upayakan memberikan layanan pendidikan terbaik bagi anak-anak.
“Yang terpenting sekarang fokusnya adalah agar anak-anak dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik, kalau untuk pendingin ruangan Kami belum ada seperti AC dan kipas angin memang sudah ada di tiap ruangan. Semula kuota 324 menjadi 450 maka bertambah 126 siswa dengan 9 rombel,” ujar dia.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengeluarkan keputusan gubernur Provinsi Jawa Barat Nomor : 463.1/Kep.323-Disdik/2025 tentang Petunjuk Teknis Pencegahan Anak Putus Sekolah Jenjang Pendidikan Menengah di Provinsi Jawa Barat.
Dalam kebijakan ini, Dedi Mulyadi menjelaskan bahwa kebijakan dilakukan guna mengatasi keterbatasan jumlah sekolah negeri, sementara orang tua siswa tidak mampu menyekolahkan anaknya di sekolah swasta.
"Artinya aturan ini untuk di daerah-daerah tertentu yang jumlah sekolahnya masih sangat terbatas, dan sangat jauh maka saya mempersilakan untuk menerima maksimal 50," tutur dia.
Dedi Mulyadi menilai kebijakan ini lebih baik dibanding anak harus putus sekolah. Sebab, angka siswa lulus tidak melanjutkan sekolah di Provinsi Jawa Barat merupakan tertinggi se-Indonesia dengan total mencapai 200.167 anak.
“Sementara jumlah siswa putus sekolah mencapai 168.689 orang. "Jawa Barat tuh angka putus sekolahnya tertinggi," ujar dia.
Artikel Terkait
Fraksi PKB Respon Sekda Depok Soal Silpa, Siswanto : Kami Siap Pelajari Silpa Anomali
Nekat Bawa Barang Terlarang, Perempuan Ini Tidak Bisa Mengelabui Mata Petugas Lapas Surabaya : Ini Kronologisnya
Biasa Saja, Kami Watchdog
13.700 Pekerja di Kota Depok Terima Batuan, Ini Rincian Setiap Tahapnya
Masuk Sekolah Lebih Pagi Tak Cocok di Depok : Orang Tua Menjerit, Kebiasaan Hari Berubah
Cuaca Ekstrem Landa Depok Sepekan, Begini Penjelasan BMKG hingga Walikota Supian Suri
Angka Pelajar Merokok di Kota Depok Kalahkan Nasional, Kok Bisa? Ini Rincian Data Dinas Kesehatan