Senin, 22 Desember 2025

PT Tjitajam Pertanyakan Dasar Pembangunan Stadion Internasional di Cipayung Depok

- Jumat, 25 Juli 2025 | 07:10 WIB
Potret lokasi Tanah Merah Cipayung Depok, yang rencananya akan dijadikan stadion bertaraf internasional di Kota Depok, Kamis (24/7). (ALDY RAMA/RADAR DEPOK)
Potret lokasi Tanah Merah Cipayung Depok, yang rencananya akan dijadikan stadion bertaraf internasional di Kota Depok, Kamis (24/7). (ALDY RAMA/RADAR DEPOK)

Baca Juga: Pekan Ini Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi Di-PTUN-kan FKSS, Dewan Elly : Kebijakannya Bagus tapi Perlu Dievaluasi

“Konsep hukum agraria mana yang mereka pakai? Karena Satgas BLBI itu dibentuk eksekutif atau dibawah Presiden. Bagaimana Presiden melalui satgas itu memiliki hak milik tanah? Itu logika hukum yang ngaco,” geram Reynold.

Jika merujuk pada Pasal 2 Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, Reynold menerangkan, itu sangat jelas bahwa negara boleh menguasai hak atas tanah jika tidak ada pemiliknya.

“Kalau tanah itu ada pemiliknya apalagi jelas ada SHGB-nya, tentunya negara tidak dapat memiliki tanah tersebut, negara itu hanya boleh menguasai, bukan memiliki,” jelas dia.

Baca Juga: FKSS Depok Kumpulkan Bukti PTUN-kan Dedi Mulyadi, Janji Berikan AC Belum Teralisasi

Reynold menyayangkan, bahwa saat berlangsungnya rapat dengar pendapat itu BPN Kota Depok menyatakan, bahwa aset tersebut merupakan milik eks BLBI karena PT Tjitajam dituding pernah hutang kepada bank yang dilikuidasi oleh negara pada tahun 1998.

“Saat dituding PT Tjitajam punya hutang kepada bank yang dilikuidasi oleh negara, saya katakan bahwa sejak kapan PT Tjitajam jadi debitur bank yang dilikuidasi oleh negara. Sehingga asetnya diamankan oleh Satgas BLBI. Kalau memang ada, kami bayar itu semua hutangnya. Tetapi dengan catatan bahwa aset kami itu tidak boleh disita atau dikuasai oleh negara,” tegas Reynold.

Seharusnya, sambung Reynold, putusan pengadilan produk hukum negara dalam proses penegakan hukum setingkat undang-undang. Artinya semua harus tunduk pada putusan pengadilan termasuk institusi pemerintah.

Baca Juga: Kemenkum Jawa Barat Sorot Raperda RPJMD dan Raperwal RKPD Depok, Ini Poinnya!

“Kalau klien kami sudah menang berdasarkan putusan Mahkamah Agung yang sudah berkekuatan hukum tetap, terus sekarang negara mau merampas hak klien kami? Jangan sampai terjadi abuse of power (Penyalahgunaan wewenang/kekuasaan),” kata Reynold.

Dalam perkara ini, Reynold meminta, agar isi putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap itu dihormati dan dilaksanakan. Jangan sampai Pemkot Depok mau membangun kotanya dengan merampas hak orang lain.

“Karena lahan milik PT Tjitajam dalam hal sita jaminan dari tahun 1999 itu dan dilanjutkan tahun 2018 oleh Pengadilan Negeri Cibinong, dan justru pada 2023 baru diakui sebagai hak Satgas BLBI,” tutur Reynold.

Baca Juga: Kemdiktisaintek Sanksi Kampus JGU Depok

Kalau mengikuti cara berpikir Satgas BLBI, Reynold mengatakan, penyitaan aset tersebut  merujuk Pada Surat Keputusan (SK) Kantor Wilayah BPN Jawa Barat No 960 Tahun 1997, atau sebelum terbit SHGB 257/Cipayung Jaya tahun 1999.

“Jadi sebelum terbitnya SHGB itu terbit dulu SK Kanwil BPN Jawa Barat tersebut. Nah, SK Kanwil itu yang dipermainkan oleh oknum-oknum tertentu, untuk dijadikan jaminan ke bank sentral dagang lalu masuk ke Satgas BLBI,” kata Reynold.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Jangan Malas! Ayah di Depok Diminta Ambil Rapor Anak

Jumat, 19 Desember 2025 | 06:30 WIB

Buruh di Depok Ingin UMK Naik 6,5 Persen

Kamis, 18 Desember 2025 | 07:30 WIB

BPN Depok Sematkan Pin Emas Kepada Kejari

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:30 WIB
X