Oleh: Akbar Sutrisno, Penyuluh Pajak Direktorat Jenderal Pajak
Sehubungan dengan Peraturan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Materai dimana Bab II Pasal 3 ayat 2 huruf g menyatakan bahwa Objek bea materai dikenakan atas dokumen yang bersifat perdata meliputi: “Dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nilai nominal lebih dari Rp. 5.000.000,- (Lima Juta Rupiah) yang menyebutkan penerimaan uang atau berisi pengakuan bahwa utang seluruhnya atau sebagianya telah dilunasi atau diperhitungkan”.
Baca Juga: Tuntutan Jaksa Hanya Setahun, Pelapor Kasus Pernikahan Ilegal di PN Cibinong Kecewa
Dalam pelaksanaanya, dokumen perdata ini seringkali banyak membuat kebingungan, dimana para pengusaha masih rancu dalam pengenaan bea materai, apakah terutang bea materai saat pembuatan invoice atau saat pelunasan/pembuatan kwitansi. Apakah benar bea materai terutang sejak pembuatan invoice atau kuitansi? Ataukah kedua-duanya?. Perlu diketahui juga selain menjelaskan hal tersebut diatas dokumen yang dibubuhi meterai memiliki beberapa manfaat, terutama dalam hal legalitas dan kepastian hukum. Meterai berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak atas dokumen tertentu dan juga menjadi syarat agar dokumen tersebut dapat digunakan sebagai alat bukti di pengadilan. Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, ada baiknya kita memahami terlebih dahulu ketentuan dalam pengenaan Bea Materai.
Baca Juga: Satir Coffee Tasik Jadi Saksi Keakraban Komunitas Scoopy se-Priangan Timur
Bea Materai adalah pajak atas dokumen yang terutang sejak saat dokumen tersebut ditanda tangani oleh pihak-pihak yang berkepentingan, atau dokumen tersebut selesai dibuat atau diserahkan kepada pihak lain bila dokumen tersebut hanya dibuat oleh satu pihak, sesuai Pasal 1 Undang-Undang Bea Materai.
Selain itu merujuk pada Pasal 3 ayat (1) huruf a; bahwa Bea Meterai dikenakan atas dokumen yang dibuat sebagai alat untuk menerangkan mengenai suatu kejadian yang bersifat perdata dan Pasal Pasal 8 ayat (1) huruf c, bahwa Bea Meterai terutang pada saat dokumen diserahkan kepada pihak untuk siapa dokumen tersebut dibuat, untuk:
- surat keterangan, surat pernyataan, atau surat lainnya yang sejenis, beserta rangkapnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a;
- dokumen lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf f; dan
- dokumen yang menyatakan jumlah uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf g.
Baca Juga: Kelurahan Kedaung Depok Maksimalkan Pelayanannya via TikTok-Instagram
Setelah memahami ketentuan terkait Bea Materai, perlu kita pahami juga terkait istilah invoice dan kuitansi. Istilah “invoice” Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), diterjemahkan sebagai faktur atau daftar barang kiriman yang dilengkapi dengan keterangan nama, jumlah, dan harga barang yang harus dibayar. Jadi, invoice adalah dokumen yang berisi rincian barang atau jasa yang dijual, termasuk nama, jumlah, dan harga, yang berfungsi sebagai tagihan kepada pembeli. Sedangkan “kwitansi” Menurut KBBI, kwitansi ditulis sebagai kuitansi. Jadi, bentuk baku yang benar adalah kuitansi, yang berarti surat bukti penerimaan uang.
Dari istilah diatas banyak masyarakat yang mengartikan, bahwa terutang Bea Materai hanya sejak pembuatan kuitansi dengan dasar bahwa dokumen kuitansi menunjukan adanya bukti penerimaan uang. Tetapi menurut penulis opini tersebut perlu diluruskan. Dokumen tagihan (invoice) dengan nilai lebih dari Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) yang diterbitkan oleh Wajib Pajak juga terutang Bea Meterai dengan beberapa ketentuan.
Perlu kita bahas lebih lanjut, dalam Pasal 3 ayat 2 huruf g, Dokumen yang terutang Bea Materai bukan hanya yang menyebutkan penerimaan uang saja sebagaimana kuitansi, tetapi dokumen tersebut berupa invoice yang menyebutkan atau berisi pengakuan bahwa utang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan dan berfungsi sebagai dokumen penerimaan uang atau dokumen pengakuan atas pelunasan atau penghitungan seluruh atau sebagian utang.
Baca Juga: Bupati dan Walikota di Jawa Barat Abaikan Titah Sang Raja Dedi Mulyadi
Artikel Terkait
Perkembangan Informasi Terkini Coretax DJP, Simak Performa dan Pembaruan Lengkapnya!
Penerimaan Pajak Triwulan I 2025 : Kanwil DJP Jawa Barat III Raih Rp5,97 Triliun dengan Pertumbuhan 6,4 Persen
Kolaborasi Berlanjut, Kanwil DJP Jawa Barat III dan STIE Tri Bhakti Perpanjang MoU Tax Center
Sita Serentak Kick Off! DJP Jawa Barat Sita 133 Aset Penunggak Pajak
Kinerja Kanwil DJP Jawa Barat III Dorong Stabilitas Fiskal Jawa Barat Hingga Mei 2025, Simak Selengkapnya!